Jakarta, CNN Indonesia -- Tanpa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta, warga ibu kota akan tetap bisa merasakan kehadirannya melalui berbagai kebijakan yang telah dibuatnya selama menjabat sebagai gubernur.
Salah satunya adalah pembangunan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA). Pembangunan RPTRA merupakan salah satu dari kebijakan Ahok yang bertujuan untuk menyediakan ruang publik bagi warga ibu kota.
Selain RPTRA, sebenarnya masih ada kebijakan atau pembangunan lain yang merupakan program pemerintahan Ahok. Di antaranya pembangunan Simpang Susun Semanggi, penghapusan pajak bumi dan bangunan (PBB), penataan kawasan Kalijodo, dan lainnya.
RPTRA patut mendapat sorotan tersendiri mengingat begitu banyaknya Ahok membangun fasilitas tersebut. Selain itu, telah cukup lama warga ibu kota tak memiliki ruang publik yang layak dan ramah ibu dan anak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hingga Mei 2017, Pemprov DKI Jakarta sudah membangun 187 RPTRA dari dana tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR). Pemprov DKI juga menargetkan pada tahun ini, pembangunan RPTRA bisa ditambah hingga 100 RPTRA dengan menggunakan dana APBD.
Sementara, berdasarkan data dari dari data.jakarta.go.id, sampai Maret 2017 setidaknya sudah ada 184 RPTRA yang diresmikan.
CNNIndonesia.com mencoba mengunjungi salah satu RPTRA yang telah diresmikan, yaitu RPTRA Seruni yang terletak di Jati Padang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. RPTRA Seruni tersebut terletak di lingkungan padat penduduk di Jati Padang.
Meskipun lahannya tidak terlalu luas, namun RPTRA tersebut memiliki fasilitas yang cukup lengkap sebagai tempat bermain bagi anak-anak. Fasilitas yang tersedia di antaranya ayunan, papan luncur, jungkat-jungkit, lapangan sepak bola, hingga perpustakaan.
Hani, salah satu pengelola RPTRA Seruni mengatakan selain sebagai tempat bermain bagi anak-anak, RPTRA Seruni juga kerap menyelenggarakan berbagai macam kegiatan, mulai dari senam, kempo, dan taekwondo. Selain itu, juga dimanfaatkan sebagai tempat untuk melakukan berbagai kegiatan ibu-ibu PKK.
Hani menyebut respons masyarakat terhadap keberadaan RPTRA Seruni sangat positif. Hal itu terbukti dengan kunjungan warga tiap harinya yang rata-rata berjumlah 100 orang.
Kepada CNNIndonesia.com, pengamat perkotaan Nirwono Joga mengatakan kebijakan pembangunan RPTRA menjadi salah satu warisan Ahok yang bernilai postif. Setidaknya ada tiga hal positif dari kebijakan pembangunan RPTRA tersebut.
Pertama, kata Nirwono, secara umum bangunan RPTRA jika dioptimalkan bisa digunakan untuk menampung kegiatan anak-anak dan ibu-ibu PKK, bahkan bisa digunakan sebagai tempat berkegiatan misalnya rapat RT atau RW.
Hal positif lain adalah pembangunan RPTRA bisa menjadi contoh kolaborasi positif antara Pemprov DKI Jakarta dengan pihak swasta melalui penggelontoran dana CSR.
Lalu, yang terakhir, dengan kondisi sosial Jakarta yang rawan terjadi tawuran atau tindak kriminal, RPTRA bisa digunakan sebagai tempat untuk melakukan interaksi sosial secara relatif lebih aman.
Nirwono juga menyebut RPTRA, jika dimanfaatkan secara maksimal, bisa digunakan untuk interaksi sosial dan perekat sosial di masyarakat. Ini akan menjadi modal sosial yang penting di tengah kecenderungan masyarakat perkotaan yang individualis.
Estafet RPTRASebagai warisan positif, pembangunan dan pemeliharaan RPTRA wajib dilanjutkan oleh pemimpin Jakarta setelah Ahok.
Tanggung jawab ini melekat pada sosok Djarot Saiful Hidayat yang baru dilantik sebagai gubernur menggantikan Ahok. Dan, terutama, Anies Baswedan-Sandiaga Uno sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih.
Nirwono mengatakan, Djarot memiliki peran penting untuk mensosialisasikan program tersebut kepada pemerintahan baru yang nanti menggantikannya.
"Pentingnya sekarang bagi Djarot untuk perkenalkan pada Anies-Sandi program-program apa saja yang bisa dilakukan di RPTRA, jadi semacam ada sinergi. Oke ini (RPTRA) tempat peninggalan Ahok-Djarot tapi fungsinya juga bisa digunakan untuk program Anies-Sandi," kata Nirwono, Rabu (14/6).
Senada dengan Nirwono, pengamat kebijakan publik Yogi Suprayogi Sugandi juga menyebut kebijakan pembangunan RPTRA di masa pemerintah Ahok sebagai sebuah kebijakan positif. Hal ini karena kebijakan tersebut menunjukkan kepedulian Pemprov DKI kepada masalah anak-anak.
"Saya apreasiasi pembangunan RPTRA itu. Pembentukan kebijakan ini salah satunya sebagai bentuk kepedulian pemerintah (Pemprov DKI) kepada masalah-masalah anak," ujarnya.
Yogi menilai jika hanya dilihat dari segi pembangunan infratrsuktur, kebijakan pembangunan RPTRA sudah cukup tepat. Apalagi, keberadaan RPTRA bisa dimanfaatkan untuk memindahkan energi bermain anak-anak dari yang biasanya bermain di gang atau jalanan, menjadi dipindahkan ke sebuah taman.
Meski begitu, Yogi menambahkan, pembangunan RPTRA harus diimbangi dengan pengembangan karakter dari anak-anak.
"Itu (RPTRA) kan infrastruktur sebetulnya, itu kan tidak bisa memperlihatkan kepedulian Pemprov secara keseluruhan. Tapi juga harus ada pendidikan bagi anak, misalnya pendidikan karakter," ucapnya.
RPTRA memang memiliki seribu manfaat jika berhasil dimaksimalkan keberadaannya. Dan orang-orang harus mengingat sosok Ahok atas ratusan RPTRA yang telah ia bangun selama masa kepemimpinannya.
Kerja-kerja positif Ahok, bagaimana pun, harus diakui terlepas dari kontroversi yang menyelimuti sosoknya selama memimpin Jakarta.