Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo mempertanyakan langkah penyidik senior KPK, Novel Baswedan yang menyebut keterlibatan 'orang kuat' atau oknum jenderal kepolisian dalam kasus penyiraman air keras kepada dirinya.
Bambang menilai pernyataan seperti itu akan membuat gaduh sehingga ia mengimbau agar ke depan KPK menghindari pernyataan semacam itu.
"Kenapa enggak langsung aja sebut atau tunjuk siapa jenderal itu, selesai. Langsung proses hukum. Nah kalau saling menuding-nuding gitu kan buruk bagi stabilitas nasional," kata Bambang di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (15/6).
Bambang menilai, dampak pernyataan Novel akan menimbulkan saling curiga di antara para jenderal. Dia pun menyarankan agar Novel lebih baik melaporkan bukti dugaan itu ke kepolisian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Senada, anggota Komisi III Fraksi Partai Hanura Syarifudin Sudding menilai pernyataan Novel akan menjadi bias informasi.
"Seharusnya itu disampaikan ke penyidik, supaya jenderal yang dia maksud itu bisa terang benderang, siapa orangnya. Jangan kemudian ini dilempar ke publik, ini bisa jadi bias," katanya.
Hal ini seolah menunjukan ada keterlibatan Jenderal dibalik penanganan kasusnya yang lambat. Dengan demikian, kata Sudding, pernyataan Novel berpotensi konflik kepentingan.
"Maksud saya supaya itu betul-betul katakanlah tidak menjadi bola liar Novel harus sampaikan Jenderal yang dimaksud itu siapa," ujar dia.
Sebelumnya, dalam wawancara dengan
Time pada Selasa (13/6), Novel menyebutkan insiden penyiraman air keras merupakan intimidasi keenam yang dia terima karena pekerjaannya.
Novel pun lantas mengungkap kecurigaannya atas dugaan keterlibatan orang berpengaruh di kepolisian dalam insiden penyiraman air keras.
“Saya sebenarnya telah menerima informasi bahwa seorang jenderal kepolisian—level tinggi dari jajaran kepolisian—terlibat,” kata Novel Baswedan, seperti dikutip
Time, Selasa (13/6).
"Awalnya, saya bilang itu informasi yang bisa jadi salah. Namun, kini sudah dua bulan lamanya dan kasus saya tak juga menemukan titik terang. Saya lantas bilang (kepada orang yang memberikan informasi), bahwa informasi itu bisa saja benar," imbuhnya.
Kasus Novel sudah berjalan selama hampir dua bulan, namun teka teki siapa penyiram air keras kepada dirinya belum juga menuai titik terang.
Sejumlah lembaga seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia berencana membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus dugaan penyerangan penyidik KPK, Novel Baswedan. Tim tersebut dibentuk usai Komnas HAM menyelesaikan investigasi.
Kinerja BurukSementara itu, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Mabes Polri Komisaris Besar Martinus Sitompul meminta Novel menyertakan bukti menyusul pernyataannya yang menilai buruk kinerja Polri.
Novel mengatakan kinerja kepolisian buruk saat wawancara dengan
Tempo terkait penyiraman air keras ke wajahnya.
"Sah-sah saja untuk menyampaikan hal seperti itu, tapi hendaknya disertai dengan bukti-bukti yang ada. Bukti yang ada menunjukkan kemajuan dari pelayanan publik dari kepolisian," kata Martinus di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (15/6).
Martinus menjelaskan bahwa kinerja Polri meningkat belakangan ini. Menurutnya, hasil survei media
mainstream yang menunjukkan kepercayaan publik terhadap Polri sebesar 76 persen menjadi bukti kinerja Polri baik.
Artinya, kata Martinus, ada tingkat kepercayaan masyarakat terhadap apa yang dilakukan oleh Polri saat ini. Bila ada penilaian yang kurang terjadap kinerja tentu akan dievaluasi dan perbaiki.
Dalam wawancara dengan
Tempo, Novel curiga penyelidikan yang dilakukan tidak selesai dalam waktu dua bulan. Padahal, sebagai penyidik, ia memperkirakan kasus tersebut bisa terungkap dalam waktu satu minggu.