Ketentuan soal Hak Angket Digugat ke Mahkamah Konstitusi

CNN Indonesia
Selasa, 20 Jun 2017 16:46 WIB
Frasa ‘pelaksanaan suatu UU dan/atau kebijakan pemerintah’ dalam pasal 79 ayat 3 dianggap bertentangan dengan UUD 1945.
Ilustrasi Mahkamah Konstitusi. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Jakarta, CNN Indonesia -- Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) mendaftarkan permohonan uji materi soal pasal hak angket dalam UU MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3) ke Mahkamah Konstitusi.

Pasal yang diajukan untuk diuji adalah pasal 79 ayat (3) yang menjelaskan bahwa hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu UU dan/atau kebijakan pemerintah yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Salah satu pemohon, Achmad Saifudin Firdaus mengatakan, frasa ‘pelaksanaan suatu UU dan/atau kebijakan pemerintah’ itu dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Hal ini terkait pembentukan panitia khusus (pansus) hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi yang saat ini masih bergulir di DPR.

“Jika hak angket dimaknai dapat dilakukan pada seluruh pelaksana UU, termasuk yudikatif, akan sangat berbahaya,” ujar Achmad di Gedung MK, Jakarta, Selasa (20/6).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Padahal yang dimaksud sebagai pelaksana UU atau kebijakan pemerintah adalah presiden, wakil presiden, menteri, panglima TNI, kapolri, jaksa agung, atau pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian.

Sementara sesuai ketentuan dalam UU 30/2002, KPK adalah lembaga negara yang bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Achmad menilai, pansus hak angket itu akan memengaruhi kinerja KPK dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. Sebab DPR memaknai KPK sebagai bagian dari pelaksana UU.

“Frasa 'dan/atau' ini yang juga ditafsirkan DPR dapat dilaksanakan tunggal atau bersamaan sekaligus. Sehingga terhadap frasa pelaksana UU itu menjadi seluruh lembaga penyelenggara negara termasuk KPK, padahal seharusnya tidak,” katanya.

FKHK, lanjut Achmad, khawatir hal tersebut akan memengaruhi proses penegakan hukum selanjutnya. Menurut dia, DPR bisa saja sewaktu-waktu menggunakan alasan bahwa yang dilakukan KPK bertentangan dengan UU. Padahal, tujuannya hanya untuk mengintervensi proses penyelidikan yang dilakukan KPK.

“Pansus angket bisa saja meminta dokumen yang menyangkut penanganan kasus. Ini yang akan menyulitkan,” katanya.

Selain Achmad, permohonan ini juga diajukan oleh Sekretaris Jenderal FKHK Bayu Segara, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sahid Yudhistira Rifky, dan dosen Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Bina Marta Tri Susilo.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER