Eks Teroris, Fitness dan Kaus Merah Jambu

CNN Indonesia
Rabu, 12 Jul 2017 12:40 WIB
Seorang mantan kombatan yang kini menjalani hidupnya secara normal. Dari menjadi penceramah soal deradikalisasi hingga menjadi instruktur olah raga kebugaran.
Ilustrasi. Herman sempat terpikat ISIS namun akhirnya bertobat. (ANTARA FOTO/Idhad Zakaria)
Sejak kecil hingga dewasa, Herman mengenyam bangku sekolah berbasis agama. Dia jebolan UIN Jakarta dan sempat kuliah di Lembaga Bahasa Arab Ma'had Aly Nu'aimy Jakarta Selatan.

Anak kedua dari tiga bersaudara ini pernah aktif di Partai Keadilan Sejahtera pada 2008. Dia mengaku masuk kepengurusan korps satuan tugas keadilan (Korsad) PKS. Herman juga mulai membaca buku yang mengulas tentang jihad.

“Saya disuruh baca buku-buku perjuangan, akhirnya sampai di luar kontrol PKS, saya jalan sendiri,” kata Herman.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tak puas dengan kelompoknya, dia pun mencari ruang lain untuk menyalurkan semangat jihad yang membara. Herman kemudian bergabung dengan majelis taklim yang lebih eksklusif, Majelis Mujahidin Indonesia (MMI).

Di sana, dia bertemu Dulmatin, teroris kakap yang tewas di Pamulang, Tangerang Selatan. Herman juga sempat mengaji di rumah Reza Sungkar, sepupu artis Shireen Sungkar, yang ikut latihan militer di Aceh.

“Awalnya dari situ. Kalau PKS kan dakwah politik, ada juga jemaah yang fokus jihad, saya lebih tertarik itu dulu, gabung MMI,” ujarnya.
Eks Teroris, <i>Fitness</i> dan Kaus Merah JambuAbu Bakar Baasyir pendiri Majelis Mujahidin Indonesia saat di persidangan. (REUTERS/Darren Whiteside)
Herman saat itu berniat jihad ke Palestina. Namun dia dikirim ke Aceh lebih dahulu untuk mengikuti pelatihan militer. Kala itu bersamaan dengan tewasnya tokoh utama pemboman Bali tahun 2002 dan 2005, Noordin M Top.

“Saat itu mau pulang ke Jakarta karena lagi ramai [Noordin M Top meninggal], tapi ditahan untuk melanjutkan program, akhirnya naik gunung, babat lapangan untuk tempat latihan,” kenangnya.

Herman dan para kombatan di Aceh dilatih oleh jebolan kelompok militan Moro Islamic Liberation Front (MILF) asal Filipina. Sementara Dulmatin adalah koordinator pelatihan militer. Mereka dibekali ilmu militer, penggunaan senjata, strategi perang.

Polisi kemudian mencium aktivitas itu. Setelah masa pengejaran satu bulan, baku tembak pun pecah. Herman ditangkap pada 2010 dan dihukum atas perkara tindak pidana terorisme.

Awalnya dia ditahan di Polda Aceh, kemudian dipindah ke Mako Brimob Depok, Polda Metro Jaya, dan berakhir di LP Cipinang. Di dalam penjara, Herman memperdalam ilmu jihad karena disatukan dengan tahanan narapidana kasus terorisme.

“Kami interaksi dengan mereka, satu kamar dengan ustaz Aman Abdurrahman. Tulisannya menjadi rujukan anak-anak ISIS di Indonesia,” kata Herman.

Aman Abdurrahman adalah teroris yang dipenjara karena kasus bom Cimanggis pada 2003. Kini dia masih ditahan di LP Nusakambangan. Herman mengatakan, hasil perintah dan fatwa Aman mendorong aksi terorisme di beberapa tempat, seperti di Thamrin dan Kampung Melayu, Jakarta.

“Itu turunan dari fatwa ustaz Aman. Target mereka yang paling utama adalah aparatur negara seperti TNI dan Polri,” ujar Herman.

Tiga tahun hidup di bui, pola pikir Herman semakin ekstrem. Suatu ketika dia berniat merekrut seorang ikhwan yang baru dioper ke LP Cipinang. Herman mendoktrinnya dengan segudang materi yang dimiliki.

“Setelah amunisi saya habis, gantian dia menjelaskan, tapi sebaliknya justru saya yang terekrut dia. Pikiran saya mulai terbuka,” kata Herman.

“Mungkin kalau enggak ketemu ikhwan ini, saya sudah ikutan aksi bom Thamrin kemarin [2016]. Sunakim [pelaku bom bunuh diri] itu kawan dekat saya,” tambahnya.

Ikhwan yang dimaksud adalah Sofyan Tsauri, kombatan asal Aceh. Dia memberikan materi pembanding dengan pemahaman ISIS. Sofyan juga mengarahkan Herman untuk mengaji dengan beberapa ustaz agar memperoleh ilmu dan perkembangan baru.
Eks Teroris, <i>Fitness</i> dan Kaus Merah JambuMantan narapidana terorisme Sofyan Tsauri. (CNN Indonesia/S. Yugo Hindarto)
Namun demikian, Herman merasa yang paling signifikan dalam mengubah mazhab pemikirannya adalah buku The Letters From Abbottabad. Buku tentang surat-surat yang ditulis Osama Bin Laden ini banyak mengkritisi perjalanan jihad.

Dia mulai menyadari, banyak kekeliruan yang dilakukan para mujahid, khususnya aksi pengeboman dan penembakan dengan sasaran yang tidak jelas. “Itu membuka wawasan saya, menggabungkan dalil Quran, sunah, dan realita. Itu bisa diterima. Saya mulai rujuk,” kata Herman.

Dia menilai, gerakan pemikiran ISIS sangat ekstrem dalam mengafirkan manusia. Herman sempat berdiskusi langsung dengan Aman Abdurrahman tentang umat muslim di Indonesia.

“Boleh enggak kita memastikan mayoritas penduduk Indonesia itu muslim?” tanya Herman kepada Aman.

Dijawab dengan tegas, tidak.

Menurut Aman, penduduk Indonesia mayoritas mengklaim atau mengaku sebagai muslim. Aman meragukan keislaman kaum muslim di Indonesia dan menganggap mereka sebagai kafir. Alasannya, penduduk Indonesia menganut agama demokrasi.

“ISIS menganggap mayoritas penduduk Indonesia itu keislamannya diragukan. Ini membuat tanda tanya besar saya. Kok teganya, dia berani berpendapat seperti itu, bahwa penduduk Indonesia mayoritas tidak jelas keislamannya,” kata Herman.

Dua tahun sebelum bebas, Herman mulai rujuk dan membenahi diri. Berangkat dari pemahaman yang dipelajari, dia bertekad tak ingin mengulangi kesalahan yang sama dua kali.

Dia pun bergabung dengan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT), kelompok yang dibentuk untuk mewaspadai paham radikal.

“Kami menjaga yang belum tercemar. Kalau mereka yang sudah melotok susah, biarkan saja, kita potong satu generasi. Kita selamatkan generasi berikutnya,” ujar Herman.

Dia berpendapat, pemerintah perlu menggalakkan program deradikalisasi. Menurutnya, para mantan teroris memilih kembali ke jalan kelam karena dipengaruhi pemahaman agama yang sempit, lingkungan sosial yang tidak mendukung, dan basis ekonomi yang lemah.

Herman juga berharap pemerintah memberdayakan eks kombatan agar mereka merasa dimanusiakan dan tidak dimarjinalkan. Pemberdayaan ini, kata Herman, juga untuk meningkatkan perekonomian mereka.

“Sebagian orang ada yang enggak ketemu nasi, akhirnya balik lagi diajak teman [teroris] daripada menganggur,” ujarnya.

HALAMAN:
1 2
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER