Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Divisi Pemantauan Impunitas, Fery Kusuma di kantor KontraS, Jakarta, Jumat (13/7).
"Kalau kita melihat perjalanan Komnas HAM sejak tahun 1993, periode yang berjalan sampai saat ini adalah periode yang kinerjanya paling buruk," tutur Fery.
Fery mengatakan ada beberapa indikator yang digunakan KontraS dalam menyimpulkan hal tersebut. Perubahan tata tertib kepemimpinan dinilai sebagai faktor utama mengapa kinerja Komnas HAM saat ini buruk dibandingkan periode sebelumnya.
Fery menjelaskan, ada perubahan masa jabatan ketua dan ketua subkomisi di tubuh Komnas HAM, yang mulanya selama dua tahun enam bulan, diubah menjadi hanya satu tahun. Menurut Fery, hal tersebut sangat mempengaruhi kinerja Komnas HAM dalam menindaklanjuti kasus yang sedang berjalan.
"Itu sumber masalah yang kemudian membuat kinerja Komnas HAM menurun drastis," katanya.
Kepala Divisi Advokasi HAM KontraS Arif Nurfikri menambahkan, Komnas HAM juga kerap menolak laporan yang masuk dari para korban.
Dia menuturkan Komnas HAM malah merekomendasikan pelapor agar mengadukan kasusnya ke KontraS terlebih dahulu. Bahkan, lanjut Arif, ada laporan yang sudah ditindaklanjuti KontraS, tetapi pelapor diminta mengembalikan ke KontraS.
"Justru mereka merekomendasikan ke KontraS. Kita menerima beberapa laporan dari korban yang kasusnya dilaporkan ke Komnas HAM tapi justru dibalikkan lagi ke KontraS," tutur Arif.
Penolakan Komnas HAM
Hal itu diamini oleh anggota Front Kapata, Fredy Ulemlem yang pernah mengalami penolakan dari Komnas HAM. Fredy mengaku pernah memberi laporan kepada Komnas HAM. Akan tetapi, dia mendapat jawaban yang kurang mengenakkan.
Alasan yang dia terima yakni kurangnya anggaran, kurangnya personel dan bahkan Komnas HAM mengaku mesti berkoordinasi dengan lembaga lain terlebih dahulu untuk memproses laporannya.
"Mereka katakan Komnas HAM tidak bisa turun ke daerah karena perlu koordinasi dengan lembaga A lembaga B dan sebagainya," ujar Fredy.