Jakarta, CNN Indonesia -- Pembubaran organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) pada hari ini adalah langkah pragmatis Pemerintah dalam membersihkan organisasi kemasyarakatan (ormas) yang diduga bertentangan dengan ideologi Pancasila.
"Dengan membubarkannya dulu, lalu dibawa ke PTUN (Peradilan Tata Usaha Negara). Itu lebih praktis daripada kita minta Pengadilan Negeri membubarkannya, dan bertele-tele sampai ke Mahkamah Agung," kata Pakar Hukum Tata Negara, Jimly Asshiddiqie di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (19/7).
Jimly menilai cara berpikir pemerintah yang akhirnya melakukan tindakan tegas itu didasari persoalan pembiaran atas HTI yang telah berdiri bertahun-tahun. Sehingga, sambung Jimly, jumlah pendukung organisasi yang dinilai ingin mendirikan negara berideologi khilafah itu semakin banyak dan menyebar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pembubaran HTI ditegaskan pemerintah lewat pencabutan status badan hukum itu diumumkan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM Freddy Harris di Kemkumham, Jakarta, Rabu (19/7).
Freddy menerangkan keputusan mencabut status badan hukum HTI itu berdasarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 2 tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).
Keputusan MK Tak Berlaku SurutHTI baru mendaftarkan gugatan uji materi atas Perppu tersebut ke Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (18/7) petang WIB.
Menanggapi hal tersebut, Jimly mengatakan meskipun MK menyetujui uji materi yang diajukan HTI, itu tak akan menggugurkan keputusan pencabutan status badan hukum organisasi tersebut. Hal itu, sambung Jimly, terjadi karena keputusan MK tak berlaku surut atau mundur masa ke belakang.
"Tidak. Nantinya, keputusan MK akan berlaku prospektif ke depan. Misalkan, sebulan lagi Perppu dibatalkan, maka Perppu berlakunya ke depan. Lima menit sebelum diputus oleh MK, Perppu itu masih sah berlaku," kata Jimly yang juga pernah memimpin Mahkamah Konsititusi pada 2003-2008.
HTI, sambung Jimly, bisa memperjuangkan eksistensi organisasinya lewat mekanisme hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Di PTUN, HTI harus membuktikan tidak bertentnagan dengan pilar-pilar kebangsaan Indonesia seperti yang dituduhkan.
"Kalau HTI sampai menang ke tingkat MA, maka Pemerintah wajib merehabilitasi nama HT," ujar Jimly.