Pansus Hak Angket KPK Digugat Empat Kali ke MK

CNN Indonesia
Kamis, 20 Jul 2017 17:40 WIB
Hak angket dinilai tidak memenuhi unsur hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bernegara yang diduga bertentangan dengan perundang-undangan.
Koalisi Selamatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari panitia kusus (Pansus) hak angket mengajukan uji materi Pansus hak angket ke Mahkamah Konstitusi (MK). (CNN Indonesia/M. Andika Putra)
Jakarta, CNN Indonesia -- Koalisi Selamatkan Komisi Pemberantasan Korupsi dari Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket mengajukan uji materi Pansus Hak Angket ke Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (20/7). Gugatan terhadap pansus hak angket ini merupakan yang keempat kali.

Koalisi itu tergabung dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Konfederasi Persatuan Buruh Indoensia (KPBI) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Sebelumnya Pansus Hak Angket digugat oleh Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK), Direktur Eksekutif LIRA Horas Naiborhu dan Wadah Pegawai KPK.

"Kami berpendapat bahwa DPR tidak berwenang, tidak bisa melakukan hak angket terhadap KPK. Kami minta tafsir kepada MK bahwa menurut undang-undang menurut tafsir yang ada seharusnya KPK itu adalah lembaga independen yang tidak bisa diawasi oleh lembaga apapun," kata Ketua YLBHI Bidang Advokasi Muhamad Isnur di Gedung MK, Jakarta, Kamis (20/7).
Mereka menguggat pasal 79 ayat 3 dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (UU MD3). Pasal itu berbunyi, "Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan."

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut mereka hak angket tidak memenuhi unsur hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Isnur meminta MK menafsirkan bahwa KPK tidak bisa diangket oleh DPR. Menurutnya KPK bukan lembaga eksekutif, sebagaimana putusan MK melalui putusan Nomor 12, 16, dan 19 tahun 2006 yang menegaskan KPK bukan bagian dari pemerintah.
Mereka juga meminta MK menafsirkan pasal 199 ayat (3) UU MD3. Pasal itu berbunyi, "Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hak angket DPR apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota DPR yang hadir."

"Minimal setengah anggota DPR itu 280, dari setengah yang hadir harus juga disetujui oleh setengah peserta dari forum yang hadir. Kalau mau tertib aturan begitu, tapi faktanya itu tak terjadi di DPR," kata Isnur.
Pansus Hak Angket KPK digugat Empat Kali ke MKGedung Mahkamah Konstitusi. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Dia berharap ada provisi agar MK memutuskan segala proses yang selama ini berjalan di DPR tidak sah dan harus dihentikan demi hukum sampai ada keputusan MK.
Selain koalisi tersebut, mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas juga mengajukan uji materi yang sama. Namun ia tidak dapat hadir sehingga diwakilkan oleh koalisi.

KPK Sudah diawasi

Kepala Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Lola Ester mengatakan, selama ini KPK sudah diawasi oleh lembaga lain. Audit KPK dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, sedangkan penyadapan diawasi Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Menurutnya banyak pihak yang selama ini mengawasi KPK secara langsung dan tidak langsung, meskipun pengawasan itu tidak tertulis.
"Tapi KPK tidak bisa diawasi dalam konteks angket DPR. Jadi tidak memugkinkan karena kerja angket tidak tersubkoordinat untuk mengawasi kerja KPK," kata Lola dalam kesempatan yang sama.

Lola berharap MK konsisten melihat posisi KPK sebagai yudikatif seperti putusan 2006 lalu.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER