Jakarta, CNN Indonesia -- Eks Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Denny Indrayana memberi pendapatnya terkait kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan.
Menurut Denny, ada dua kemungkinan kenapa pihak kepolisian sulit mengungkap kasus ini. Yang pertama memang pelaku sangat hebat sehingga polisi kehilangan keahliannya untuk mengungkapkan kasus ini, atau kedua pelaku terlalu punya pengaruh yang sangat besar sehingga polisi sulit menyentuhnya.
Pendapat Denny tersebut dituangkan dalam tulisannya berjudul
Membayar Utang Mata pada Novel Baswedan yang dipublikasikan Senin (31/7).
"Dari berbagai informasi yang saya dapat, kemungkinannya mengarah ke yang kedua. Pelaku terlalu 'besar' sehingga polisi kesulitan untuk menangkapnya," ujar Denny dalam tulisannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Denny, yang dimaksud "besar" tentunya bukan pelaku lapangan yang sudah terdeteksi lewat sketsa, CCTV, dan lain-lain. "Tetapi adalah pelaku intelektual, yang punya banyak kekuatan dan dukungan, dan karenanya
untouchable."
Untuk berhadapan dengan pelaku "besar", lanjut Denny, tidak ada kekuatan lain yang lebih pantas turun gelanggang selain presiden.
Denny menilai, pemerintah beserta aparat penegak hukum tidak boleh membiarkan pelaku penyerangan kepada Novel tersebut terus berkeliaran tanpa tersentuh hukum.
"Mengapa demikian? Karena, meski yang berulang kali diserang adalah Novel pribadi, tetapi esensinya pelaku sedang menyerang seluruh elemen gerakan antikorupsi, khususnya KPK yang diakui atau tidak adalah garda terdepan dalam memberantas korupsi," ujar eks Wakil Menteri Hukum dan HAM ini.
Presiden Joko Widodo telah memanggil Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk segera mengusut tuntas kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Tito pun telah membeberkan ciri-ciri terduga pelaku pelaku penyerangan tersebut berdasarkan informasi dari saksi penting yang melihat sosok mencurigakan lima menit sebelum kejadian penyiraman.