Jakarta, CNN Indonesia -- Sekretaris Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Letnan Jenderal TNI Yoedhi Swastono menyatakan kewenangan satuan tugas sapu bersih pungutan liar (Saber Pungli) tidak sampai pada penindakan secara hukum.
"Satgas bukan organisasi untuk penindakan. Begitu OTT, kami himpun dan kami salurkan ke kementerian atau lembaga terkait yang berwenang memproses hukum, bisa langsung diserahkan ke kepolisian," kata Yoedhi dalam acara Workshop Saber Pungli di Jakarta, Rabu (2/8).
Satgas Saber Pungli, kata Yoedhi, bertugas melaksanakan pemberantasan pungutan liar di sentra-sentra pelayanan publik pada kementerian atau lembaga. Yoedhi juga mengatakan pungli menjadi masalah bagi pemerintah untuk memberikan pelayanan publik yang berkualitas bagi masyarakat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pungutan liar yang semakin marak pada pelayanan publik akan menganggu dan memberatkan masyarakat terhadap pemerintah," ujarnya.
Senada dengan Yoedhi, Sekretaris 1 Satgas Saber Pungli Kemenko Polhukam Mayor Jenderal TNI Andrie Soetarno menyebut ada empat fungsi satgas saber pungli. Empat fungsi itu adalah pencegahan, intelijen, penindakan, dan yustisi.
"Kalau bisa dicegah bisa kami kasih tahu, sosialisai. Tapi kalau tetap ada intelijen, kami turun untuk tindakan seperti OTT atau kami buat surat pada instansinya ini ada pungli. Kan masing-masing instansi ada fungsi pengawasan. Terakhir yustisi, kalau mereka terbukti ada unsur pidana kami serahkan ke polisi, fungsi ini untuk mengawasi sampai kemana, kami akan kawal," ujar Andrie.
Selain itu, Andrie menyebut satgas saber pungli hanya akan memberikan rekomendasi kepada kementerian/lembaga terkait jika menerima laporan pungli.
"Iya rekomendasi, kami berikan rekomendasi kalau ada indikasi pungli agar bisa diselesaikan di kementerian saudara dalam tempo satu bulan dan buat laporan ke kami," kata Andrie.
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan Satgas Saber Pungli telah menerima 31.110 laporan pengaduan masyarakat sejak dibentuk pada 28 Oktober 2016 hingga 19 Juli lalu. Adapun yang paling banyak diadukan terkait kasus pungli adalah dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Instansi lainnya, kata Wiranto, adalah Kementerian Perhubungan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Kementerian Keuangan, serta TNI.
Dari jumlah 31.110 laporan yang diterima sebanyak 20.020 berasal dari laporan layanan pesan singkat, 6.641 laporan surat elektronik, 1.960 laporan aplikasi web, 1.877 laporan call center, 518 surat, dan 94 dari pengaduan langsung.
"Masalah pengaduan paling banyak pada pelayanan masyarakat 36 persen, hukum 26 persen, pendidikan 18 persen, perizinan 12 persen, dan kepegawaian 8 persen," ujar Wiranto dalam acara pertemuan dengan pemimpin redaksi media massa di Kantor Kemenko Polhukam, Selasa (1/8).