Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Yudisial (KY) tengah mengkaji dugaan pelanggaran kode etik lima majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Hal itu terkait putusan sidang perkara korupsi e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto masing-masing dengan tujuh tahun dan lima tahun penjara.
Juru bicara KY Farid Wajdi mengatakan, pihaknya mengkaji vonis hakim dengan satu fokus kajian. Dalam hal ini hanya fokus pada dugaan pelanggaran etik dalam proses pengambilan putusan bukan substansi putusan perkara.
"Yang dilihat apakah dalam proses pengambilan putusan hakim ada menerima sesuatu atau dijanjikan sesuatu yang memengaruhi isi putusan. Tidak terkait substansi atau pertimbangan putusan," ujar Farid kepada
CNNIndonesia.com melalui pesan singkat, Selasa (15/8).
Farid menuturkan, proses ini merupakan bagian dari pemantauan yang dilakukan KY terhadap persidangan korupsi e-KTP sejak dakwaan. Pihaknya menyadari perkara yang merugikan keuangan negara hingga Rp2,3 triliun ini cukup menarik perhatian publik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Farid menjelaskan, seluruh materi dalam persidangan sedianya menjadi otoritas hakim yang memeriksa, mengadili, maupun memutusnya. Sebagai lembaga pengawas hakim pun, KY tak berwenang ikut campur dalam substansi putusan hakim.
"Kita tidak usah terlalu berprasangka terhadap majelis, namun tetap waspada jika ada pelanggaran kode etik. Kalau memang ada etika hakim yang dilanggar maka kewajiban KY untuk turun tangan," katanya.
Jaksa penuntut umum dalam perkara korupsi e-KTP sebelumnya mengajukan banding atas putusan terdakwa Irman dan Sugiharto. Pengajuan banding ini lantaran majelis hakim tak mempertimbangkan keterangan saksi-saksi dan barang bukti terkait peran dan aliran uang proyek e-KTP ke sejumlah pihak.
Dalam berkas putusan tersebut hanya sebagian nama yang dinilai hakim terlibat dan menerima uang panas e-KTP. Nama-nama dalam putusan itu berbeda dari nama-nama yang muncul dari surat dakwaan serta tuntutan Irman dan Sugiharto.
(osc/djm)