Jakarta, CNN Indonesia -- Ratusan kepala daerah dan lurah mendapat materi mengenai pencegahan tindak pidana korupsi, khususnya dalam pengelolaan dana desa pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Para kades dan lurah itu merupakan pemenang lomba desa dan kelurahan dari 34 provinsi yang digelar Direktorat Evaluasi Perkembangan Desa Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Bina Pemdes Kemendagri) tahun 2017.
"Datang ke KPK untuk bersilaturahmi, menimba ilmu, dan wawasan tentang pencegahan korupsi apalagi bagi desa. Sekarang ini menjadi hal penting dalam pengelolaan dana desa," kata Direktur Evaluasi Perkembangan Desa Ditjen Bina Pemdes Kemdagri Eko Pasetyanto di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (16/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengarahan tentang pencegahan korupsi dana desa langsung disampaikan oleh tiga wakil ketua KPK, Saut Situmorang, Laode M Syarif dan Alexander Marwata.
Eko mengatakan, pembekalan mengenai pencegahan korupsi merupakan hal penting bagi kades dan lurah terutama untuk mewujudkan clean n clear government di tingkat desa dan kelurahan.
Setidaknya, kata dia, para kades dan lurah bisa mengetahui batasan kewenangan dirinya hingga hal-hal yang berkaitan dengan gratifikasi.
"Beliau-beliau bisa mengetahui sebenarnya sejauh apa yg disebut gratifikasi dan lain sebagainya," tuturnya.
 Kepala desa mendapat bimbingan soal pengelolaan dana desa di KPK. (CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan) |
Sementara itu, Syarif menyatakan pengelolaan dana desa ini perlu diperhatikan para aparat desa di seluruh Indonesia. Pasalnya, pemerintah menyiapkan anggaran dana desa mencapai Rp60 triliun untuk tahun ini.
Menurut Syarif, ada kemungkinan anggaran tersebut bakal naik dua kali lipat pada tahun depan. Dia pun mengingatkan, semakin banyak uang yang dikelola, akan banyak juga kemungkinan penyalahgunaannya.
"Tapi saya berharap karena bapak dan ibu yang ke sini adalah yang berprestasi. Dikasih uang seberapa pun bisa dimanfaatkan untuk kebajikan dan kemaslahatan warga desa," ujar Syarif.
Syarif menyampaikan sedikitnya ada enam kebiasaan atau kesalahan dalam pengelolaan dana desa.
Pertama soal pengadaan barang atau jasa yang tidak sesuai alias fiktif, kedua mark up anggaran dalam pembelian barang, ketiga masyarakat tak dilibatkan dalam musyawarah desa.
Kemudian, keempat penyelewengan dana desa dipakai untuk kepentingan pribadi, kelima lemahnya pengawasan dari aparat desa dan keenam penggelapan honor aparat desa.
"Tapi saya pikir, jangan lakukan enam poin itu. Jika tak lakukan itu Insyaallah kita tidur nyenyak, nggak kepikiran polisi," kata Syarif.