Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Imparsial Al Araf meminta polisi lebih jeli membedakan penyebaran ujaran kebencian dan kritik terhadap pemerintah.
Polisi juga diminta memiliki definisi tegas atas ujaran kebencian atau
hate speech.
"Jangan sampai kritik terhadap kekuasaan dikategorikan sebagai penyebaran kebencian. Ini yang tidak boleh," kata Al Araf di kawasan Sudirman, kemarin (28/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Al Araf berpendapat Undang-undang ITE maupun Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tidak cukup memadai untuk dijadikan dasar hukum.
"
Problem-nya adalah Indonesia tidak memiliki aturan yang baik terkait penebaran kebencian. UU ITE itu karet," ujarnya.
Untuk itu, kata Al Araf pemerintah perlu segera melakukan revisi UU ITE dan KUHP. Hal itu, kata Al Araf, penting untuk menghindari jatuhnya korban tangkap akibat multitafsirnya beleid yang ada tersebut.
"Merevisi KUHP dan UU ITE soal penyebaran kebencian itu penting, supaya aturan penebaran kebencian tidak dirumuskan dalam aturan yang multitafsir. Sehingga aparat penegak hukum punya indikator," ujar Al Araf.
Al Araf berpendapat penyebaran ujaran kebencian atas dasar persepsi suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) merupakan suatu hal yang harus dilawan karena menjadi manifestasi dari intoleransi.
Indonesia sebagai negara heterogen, lanjutnya, harus bisa segera melakukan pencegahan terhadap hal tersebut. Terlebih menurutnya dalam waktu dekat Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 akan segera bergulir.
"Penyebaran kebencian atas dasar SARA apalagi dalam ruang politik, misalnya pemilu dan pilkada berbahaya, harus ditindak," ujar Al Araf.