Jakarta, CNN Indonesia -- Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) memberhentikan dua dari lima anak didiknya yang terlibat aksi pemukulan praja karena masalah percintaan pada pekan lalu.
Pemecatan dilakukan setelah ada evaluasi tim kecil dari Kementerian Dalam Negeri atas peristiwa pemukulan tersebut. Sebelum diberhentikan, sanksi terberat untuk para pelaku pemukulan adalah penurunan tingkat dan pangkat.
"Surat Keputusan Rektor dievaluasi kembali, disesuaikan dengan tim kecil evaluasi terhadap penamparan praja. Sama-sama karena pada dasarnya Pak Tjahjo Kumolo ingin kekerasan di IPDN jangan sampai terjadi dan gejala-gejala menuju kekerasan harus tidak ada," kata Rektor IPDN Ermaya Suradinata di Kantor Kemendagri, Jakarta, Kamis (31/8).
Dua praja yang dipecat merupakan dalang dari peristiwa pemukulan yang terjadi. Sementara, sanksi penurunan pangkat dan tingkat untuk tiga pelaku lain tetap diberikan pengurus IPDN. Mereka harus kembali mengulang pendidikan di tingkat tiga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sanksi juga diberikan terhadap lima anak didik yang menyaksikan pemukulan namun tak melerai. Hukuman untuk mereka adalah larangan memakai tanda pangkat hingga enam bulan ke depan.
"Hasil tim kecil dari pusat dan Kemendagri bahwa ( praja) yang merencanakan dan yang pertama menggerakan dianggap harus diberikan sanksi lebih," katanya.
Pemukulan di IPDN terjadi karena masalah cinta dua praja. Praja pria yang jadi korban pemukulan berasal dari Riau, sementara sang perempuan adalah anak didik dari Kalimantan Barat.
Masalah muncul ketika ada rekan dari praja perempuan yang mengetahui temannya berpacaran dengan anak didik dari Riau. Tak terima mereka menjalin asmara, sang pemukul bersama teman-temannya pun menghampiri korban.
 Pemukulan di IPDN terjadi karena masalah cinta. (ANTARA FOTO/Fahrul Jayadiputra) |
Tempuh Jalur HukumErmaya Suradinata berkata, orang tua praja yang mendapat sanksi tidak terima atas hukuman yang diberikan pada anaknya. Karena itu, mereka akan mengajukan tuntutan melalui jalur hukum.
"Orang tuanya minta dibebaskan, supaya jangan diturunkan (pangkat anaknya). Kalau diturunkan dia minta akan ada perlawanan hukum. Ini sudah saya turunkan," tutur Ermaya.
Orang tua lima praja yang terlibat pemukulan menilai sanksi yang diberikan IPDN tak tepat. Mereka ingin anaknya dibebaskan dari sanksi.
"Bagi saya menampar itu termasuk menuju pada kekerasan, makanya saya ambil tindakan. Orang tuanya maunya bebas dan tidak boleh diturunkan, apalagi dipecat," kata Ermaya.
Ermaya mengatakan, prosedur yang berlaku dalam Pasal 22 Permendagri Nomor 63 Tahun 2015 menyatakan, hukuman berat diberikan diantaranya pemecatan, penurunan pangkat dan tingkat.