Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Pansus Hak Angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Masinton Pasaribu geram terhadap Ketua KPK Agus Rahardjo yang menyatakan pansus bisa dikenakan pasal
obstruction of justice atau menghalangi penyidikan.
Menurut Masinton, orang sekelas Agus dengan jabatannya sebagai Ketua KPK tak boleh melakukan gertak sambal dengan menyebut pansus bisa kena pasal menghalangi penyidikan. Sebab, Indonesia sudah 19 tahun reformasi dan berdemokrasi.
"Tidak boleh lagi ada horor, menakut-nakuti, menggertak. Fase itu sudah dilalui selama 19 Tahun reformasi dan demokrasi. Sekarang adalah fase keterbukaan dan fase pertanggungjawaban," ujar Masinton di Gedung KPK, Jakarta, Senin (4/9).
Politikus PDI Perjuangan itu mengatakan, Pansus Hak Angket KPK bekerja sesuai konstitusional. Kerjanya berdasarkan UUD 1945 dan diatur dalam undang-undang. Karenanya, Masinton menilai, Agus tidak bisa sembarang menafsirkan kerja pansus menghalangi penyidikan KPK.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini bukan kewenangan saudara Agus untuk menafsirkan konstitusi. Tidak boleh menafsirkan sembarangan, siapa pun dia," ujar Anggota Komisi III DPR itu.
Karena itu, dia menegaskan, KPK sebagai salah satu lembaga penegak hukum tidak bisa menggertak sambal dan menciptakan ketakutan dengan pernyataan-pernyataanya.
"Menegakkan hukum itu dilakukan untuk menciptakan keadilan. Bukan menciptakan kesemenaan. Apalagi menciptakan horor," ucap Masinton.
Sebelumnya Ketua KPK Agus Rahardjo berencana menggunakan pasal
obstruction of justice atau menghalangi penyidikan kepada anggota Panitia Khusus Hak Angket DPR.
Menurutnya, tindakan yang dilakukan Pansus Angket KPK selama ini sudah masuk kategori menghambat penegakan hukum yang tengah dilakukan KPK, salah satunya kasus korupsi e-KTP.
"Kami sedang mempertimbangkan, misalnya kalau begini terus (pasal)
obstruction of justice kan bisa kami terapkan," kata Agus di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (31/8).
Pasal yang mengatur menghalang-halangi proses penegakan hukum tertuang dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.