Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Tito Karnavian memerintahkan anak buahnya untuk menangkap pihak yang memesan konten ujaran kebencian dan bernuansa suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) ke grup Saracen, serta pendana kelompok tersebut.
Dia memastikan, penyidik akan terus mengembangkan kasus ini agar informasi bohong alias
hoax, konten ujaran kebencian, dan bernuansa SARA tidak lagi beredar di tengah masyarakat.
"Saya sampaikan
tangkap-tangkapin saja yang pesan,
tangkapin. Yang danain,
tangkapin. Ada lagi sejenis dengan itu,
tangkapin," kata Tito di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan, Selasa (5/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia berpendapat, informasi
hoax, konten ujaran kebencian, dan bernuansa SARA berpotensi menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat.
Namun demikian, jenderal polisi bintang empat itu menuturkan, pengungkapan kasus ini tidak mudah, karena pelaku bermain melalui dunia maya alias internet.
"Ini tidak gampang. Karena mereka mainnya di
cyber space. Maka kami melacaknya juga di
cyber space, bukan di lapangan," kata Tito.
Lebih dari itu, Tito menyampaikan, penyidik akan menyelidiki apakah pihak-pihak yang menjadi pengguna jasa Saracen berhasil memenangkan kontes pemilihan di Indoenesia.
Saracen telah melakukan aksinya sejak Pemilihan Presiden 2014 silam. Kemudian, aksi Saracen terus berlanjut hingga Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2017.
"(Saracen) sudah eksis sewaktu Pilpres. Pilkada Gubernur juga grup ini ada yang aktif juga," tuturnya.
Penyidik Bareskrim telah menangkap empat orang pengelola grup Saracen, berinisial JAS (32), MFT (43), SRN (32), dan MAH (39).
Keempatnya ditangkap di tiga lokasi berbeda, yakni Jakarta Utara, Cianjur (Jawa Barat), dan Pekanbaru (Riau) dalam rentang waktu 21 Juli hingga 30 Agustus 2017.
Empat orang itu dijerat dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) lantaran diduga mengeruk keuntungan dengan cara memprovokasi informasi
hoax yang secara terus menerus diproduksi sesuai pesanan. Mereka menyebarkan konten-konten yang mengandung ujaran kebencian dan bernuansa SARA.
Saracen diduga memiliki sekitar 800 ribu akun di media sosial yang diduga turut menyebarkan konten bermuatan negatif.