Kejagung: Tak Ada Tumpang Tindih Penuntutan dengan KPK

CNN Indonesia
Rabu, 06 Sep 2017 02:03 WIB
Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, perwakilan Kejagung menyatakan tak ada tumpang tindih pihaknya dengan KPK dalam hal penuntutan.
Ilustrasi KPK. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan tidak ada tumpang tindih atas pelaksanaan fungsi dan tugas penuntutan dengan jaksa di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penanganan kasus korupsi.

Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Adi Toegarisman menyatakan selama ini kewenangan penuntutan sudah berjalan baik. Komunikasi antar kedua institusi pun selalu dilakukan.

"Kewenangan penuntutan ada di Jaksa Agung. Jaksa itu kepanjangan tangan dari Jagung. Jadi tidak ada istilah tumpang tindih dan sebagainya," kata Adi di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (5/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Sementara itu, Adi enggan berkomentar lebih jauh terkait wacana DPR yang akan mengembalikan fungsi penuntutan kasus korupsi kepada Kejaksaan Agung dalam revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Namun, menurut Adi, sebagai lembaga pemerintahan yang diberi tugas untuk melakukan penuntutan, pihaknya wajib melaksanakan andai hal itu dituangkan ke dalam UU.

"Ketika dalam UU disebut kewenangan itu, kita wajib melaksanakan UU itu. Bukan siap, tidak siap," kata Adi.

Kejagung: Tak Ada Tumpang Tindih Penuntutan dengan KPKAdi Toegarisman (CNN Indonesia/Aghnia Adzkia)
Di sisi lain, Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo enggan mengungkap bahwa wacana pengembalian fungsi penuntutan penanganan kasus korupsi dikembalikan pada Kejagung, dibahas dalam rapat dengan Lembaga Adhyaksa tersebut.

Bambang mengatakan, rapat tertutup dengan Kejagung lebih banyak membahas soal dua jaksa Kejaksaan Negeri Pamekasan yang dilepaskan setelah operasi tangkap tangan (OTT) karena tidak terbukti terlibat.

Meski demikian, Bambang mengatakan dalam rapat tersebut beberapa anggota dewan mempertanyakan soal Memorandum of Understanding (MoU) atau nota kesepahaman antara Kejagung, Kepolisian, dan KPK.

"Manakala ada penggeledahan, penangkapan, harus dilaporkan ke atasan masing-masing. Tapi dari beberapa kasus itu dilanggar atau tidak ada. Itu yang dipertanyakan," kata Bambang di lokasi terpisah.

Soal nota kesepahaman ini, kata Bambang, juga akan ditanyakan dalam rapat kerja dengan KPK yang direncanakan pada Rabu (6/9). "Apakah hanya pencitraan di atas kertas atau memang dilakukan atau dilaksanakan," katanya.

Sedangkan, Ketua Pansus Angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa mengatakan, masih ada kemungkinan soal pengembalian fungsi penyidikan dan penuntutan, ke Kepolisian atau Kejagung.

Sebab, berdasarkan laporan yang diterima, nota kesepahaman antara KPK, Kepolisian dan Kejaksaan Agung banyak yang dilanggar.

"Contohnya praktek OTT. Seharusnya dalam nota kesepahaman itu, apabila terjadi di antara sesama lembaga gakum, pimpinan diberi tahu. Bahkan untuk menggeledah, menyita segala macam sudah ada kesepahaman. Ini nyata sekali," ujar Agun.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER