Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Arif Wibowo selesai diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi untuk tersangka Ketua DPR Setya Novanto. Arif mengaku dicecar sejumlah pertanyaan, salah satunya soal peran Fraksi Partai Golkar dalam pergantian Ketua Komisi II DPR saat proyek pengadaan
e-KTP berjalan.
Arif menjelaskan, pergantian Ketua Komisi II saat itu sepenuhnya kewenangan Fraksi Partai Golkar.
"(Saya ditanya) pergantian Ketua Komisi II, saya ditanya, itu kewenangannya Golkar. Mekanismenya apa, yah saya jawab mekanisme di internalnya Golkar," kata Arif di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (4/9).
Saat pembahasan dan pelaksanaan proyek senilai Rp5,9 triliun itu bergulir, sedikitnya terjadi tiga kali pergantian pada posisi Ketua Komisi II DPR. Posisi itu memang dipegang anggota dewan dari Fraksi Golkar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua Komisi II DPR selama periode 2009-2014 yang berasal dari Partai Golkar, yakni Burhanuddi Napitupulu, kemudian beralih ke Chairuman Harahap dan terakhir Agun Gunandjar Sudarsa. Sementara Setnov menjabat sebagai Ketua Fraksi
Partai Golkar.
"Saya contohkan ketika Pak SN (Setya Novanto) jadi Ketua DPR, kan kita tidak bisa intervensi (karena itu kewenangan sepenuhnya internal Golkar)," tutur politikus PDIP itu.
Selain soal rotasi ketua Komisi II DPR, Arif mengaku ditanya juga soal pembahasan hingga pelaksanaan proyek e-KTP, termasuk penggunaan teknologi dalam kartu berbasis elektronik tersebut.
Arif menjelaskan, e-KTP merupakan perintah Undang-Undang Nomor 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan. Menurut Arif, dirinya juga menyampaikan adanya perdebatan dalam proses pembahasan e-KTP di Komisi II DPR.
Namun, Arif tak mau menyebut apakah ada kejanggalan dalam proses pembahasan proyek yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,3 triliun itu.
"Saya enggak mengerti, yang menilai janggal atau tidak yah biar
KPK, di komisi dibahas yah tentu saja, dan kemudian diawasi dan dievaluasi," kata dia.