Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Penuntut Umum menuntut
Bupati Buton nonaktif Samsu Umar Abdul Samiun lima tahun penjara dan denda Rp150 juta subsidier tiga bulan kurungan terkait kasus suap sengketa pilkada yang melibatkan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar. Samsu baru dilantik sebagai Bupati Buton pada Kamis (24/8) lalu dan langsung dinonaktifkan.
"Menuntut terdakwa Samsu Umar Samiun terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi," ujar jaksa Kiki Ahmad Yani saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (6/9).
Jaksa menyatakan tuntutan bagi Samsu diperberat lantaran tidak berterus terang dan pernah dihukum dalam kasus tindak pidana pemilu. Samsu masih menjabat sebagai Ketua DPRD Kabupaten Buton saat terbukti bagi-bagi uang pada simpatisan kampanye calon legislatif dari PAN.
"Terdakwa juga tidak menyesali perbuatannya dan tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi," kata jaksa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Samsu Umar dianggap terbukti memberikan uang sebesar Rp1 miliar pada Akil untuk memenangkan sengketa pilkada di MK. Pemberian uang itu dilakukan lewat transfer rekening CV Ratu Samgat milik Akil, yang digunakan untuk menyamarkan transaksi sehingga seolah-olah ada pembelian batu bara antara keduanya.
"Padahal transaksi jual beli batu bara itu tidak pernah ada," ucap jaksa.
Perkara ini bermula ketika KPU Kabupaten Buton menetapkan pasangan nomor urut tiga Agus Feisal dan Yaudu Salam sebagai bupati dan wakil bupati Buton pada 2011.
Atas penetapan tersebut, Samsu keberatan dan mengajukan permohonan ke MK hingga dilakukan pemungutan suara ulang. Hasilnya Samsu bersama pasangannya memenangkan pilkada Kabupaten Buton. Ia pun kembali mengikuti pilkada Kabupaten Buton sebagai calon tunggal pada 2017.
Atas perbuatannya,
Samsu Umar dituntut dengan Pasal 6 ayat 1 huruf a UU 20/2001 Tipikor tentang suap pada hakim juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto pasal 64 ayat 1 KUHP.