Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Bagian Analisa dan Pemantauan Hasil Pengawasan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) Dian Rediana menyatakan, pihaknya pernah membiayai kegiatan karaoke auditor Badan Pemeriksa Keuangan (
BPK) di Provinsi Banten.
Hal ini diungkapkan Dian saat memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan suap auditor BPK dengan terdakwa Inspektur Jenderal Kemendes PDT Sugito dan Kabag Tata Usaha dan Keuangan Kemendes Jarot Budi Prabowo di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (6/9).
"Mereka (auditor BPK) bilang 'Pak ayo karaoke dulu' karena sudah kerja lembur," ujar Dian di hadapan hakim.
Pengeluaran biaya untuk kegiatan karaoke itu tercatat dalam laporan keuangan pengeluaran pendampingan BPK pada Februari 2017 di Provinsi Banten. Dalam laporan itu tertulis pengeluaran untuk kegiatan karaoke sebesar Rp708.750.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemendes juga membiayai hotel, transportasi, hingga pembelian oleh-oleh bagi para auditor BPK.
Dian mengatakan, uang untuk membiayai seluruh kegiatan itu ia peroleh dari Sugito. Menurut dia, uang itu memang digunakan untuk kegiatan operasional tim pendamping dan BPK selama di lapangan.
"Sesuai pesannya uang itu memang untuk operasional di lapangan tim pendamping dan
BPK," katanya.
Dari keterangan sejumlah saksi, uang itu berasal dari hasil patungan yang diminta kepada setiap unit kerja eselon I di Kemendes PDT.
 Pejabat Kemendes PDT mengaku ikut patungan dengan uang pribadi. (CNN Indonesia/Aulia Bintang Pratama) |
Patungan dari Kantong PribadiSekretaris Ditjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kemendes PDT Mukhlis mengaku ikut patungan untuk memberikan uang kepada auditor BPK Rochmadi Saptogiri. Mukhlis mengklaim patungan menggunakan uang pribadi.
"Itu uang pribadi saya kumpulkan beberapa minggu. Saya kumpulkan berhari-hari pakai uang honor, uang SPJ (surat pertanggungjawaban), dan lainnya," ujar Mukhlis di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Hari ini Mukhlis memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan suap pada auditor BPK dengan terdakwa Sugito dan Jarot.
Mukhlis enggan menggunakan uang dari kementerian karena khawatir hal itu akan berdampak pada kerugian negara. Ia lantas menyerahkan uang itu kepada Sekretaris Itjen Kemendes PDTT Uled Nefo Indrahadi.
"Ada sekitar tiga kali kumpul saya serahkan ke Pak Nefo," katanya.
Mukhlis beralasan turut patungan demi kelancaran proses pemeriksaan laporan keuangan Kemendes oleh BPK. Ia menyadari tim Kemendes yang mendampingi proses pemeriksaan tidak cukup punya dana operasional.
"Mereka sudah terbatas biaya operasional untuk kegiatan sehari-hari. Jadi uang ini dikumpulkan juga untuk kelancaran pemeriksaan di lapangan," tutur Mukhlis.
Dalam surat dakwaan Sugito dan Jarot disebutkan bahwa suap bagi Rochmadi dikumpulkan dengan cara ‘patungan’ dari sejumlah unit kerja eselon I Kemendes sebesar Rp240 juta.
Sugito meminta melalui pertemuan dengan sejumlah jajaran sekretaris di direktorat jenderal, badan, inspektorat jenderal, dan kabiro keuangan Kemendes.
Dalam pertemuan itu Sugito meminta atensi atau perhatian dari seluruh unit kerja eselon I kepada tim pemeriksa
BPK berupa pemberian uang dengan jumlah Rp200 juta hingga Rp300 juta. Uang itu akhirnya diperoleh dari sejumlah direktorat jenderal Kemendes dan uang pribadi Jarot.