Jakarta, CNN Indonesia -- Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mendapat serangan bertubi-tubi, sepanjang lima bulan ini. Dia disiram air keras oleh orang tak dikenal, kini dilaporkan atas dugaan pencemaran nama baik.
Dua perwira polisi yang melaporkan penyidik senior itu yakni Direktur Penyidikan KPK Brigadir Jenderal Aris Budiman dan Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Komisaris Besar Erwanto.
Aris melaporkan Novel, karena tak terima dengan surat elektronik (
e-mail) yang dikirimkan anak buahnya itu. Dia merasa Novel telah mencemarkan nama baiknya lantaran
e-mail tersebar ke luar lingkungan KPK.
Sementara itu, Erwanto melaporkan Novel lantaran tak terima dengan pernyataannya di Majalah
Tempo yang dinilai telah mencemarkan nama baik. Erwan membuat laporan pada 5 September, bersamaan dengan laporan Aris terhadap Tempo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Laporan tersebut kini tengah ditangani jajaran Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya.
KPK juga terkenal dengan memiliki slogan 'Jujur itu Hebat' sedangkan polisi mempopulerkan kampanye 'Turn Back Crime'
 Penyidik KPK Novel Baswedan kembali diserang dengan dipolisikan oleh rekannya sesama penyidik. (ANTARA FOTO/Monalisa) |
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW ), Adnan Topan menyayangkan jajaran Polda Metro memproses dua laporan terhadap Novel. Padahal, Novel menjadi korban penyiraman air keras, dan kasusnya belum terungkap.
Adnan menganggap laporan dugaan pencemaran nama baik yang dilayangkan Aris dan Erwanto itu syarat konflik kepentingan.
"Tapi kalau polisi melaporkan ke polisi ya memang ini yang jadi juga masalah ya, karena terjadi konflik kepentingan," tuturnya kepada CNNIndonesia.com, Kamis (7/9).
Aris dan Erwanto sama-sama satu angkatan, lulusan Akpol '88. Aris sebelum bekerja di KPK pernah menjabat Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro. Sementara Erwanto pernah bertugas di KPK per 2005.
Novel sendiri lahir di Korps Bhayangkara, lulusan Akpol '98. Dia ditugaskan di KPK oleh 'ibu kandungnya' sejak 2007 silam. Namun di tengah perjalanan tugasnya, dia memutuskan mundur dari Polri dan bergabung ke lembaga antirasuah.
Komunikasi KPK-PolriMenurut Adnan, laporan pencemaran nama baik tersebut akan merugikan Novel, yang menerima teror penyiraman air keras. Kondisi ini, kata Adnan, menunjukkan tak proporsionalnya kepolisian dalam menangani kasus.
"Ya memang itu yang kita lihat, tentu kemudian menjadi sangat tidak proporsional. Nah ini kan sesuatu yg tidak diharapkan," tuturnya.
Adnan mengatakan, pimpinan KPK dan Polri harus segera duduk bareng menghentikan 'pertikaian' antar jajarannya. Ketua KPK Agus Rahardjo Cs dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian harus mengambil langkah cepat sebelum permasalahan ini melebar.
Adnan mengingatkan Polri agar tak terseret dalam 'konflik' KPK dengan Pansus Hak Angket DPR.
"Itu yang harus diredam oleh para pimpinan kedua lembaga itu. Saya kira pak Tito sangat arif dalam melihat persoalan-persoalan seperti ini," kata Adnan.
 Kapolri Jendral Tito Karnavian diminta untuk mengambil langkah terkait dengan hubungan Polri dengan KPK. (CNN Indonesia/Hesti Rika Pratiwi) |
Adnan menambahkan, "Karena sekali lagi ini tidak sehat bagi upaya pemberantasan korupsi. Dan justru sangat menguntungkan para pelaku korupsinya."
Adnan khawatir bila kedua pimpinan penegak hukum ini tak turun tangan, bahkan jajaran di bawahnya 'saling tikam', benturan KPK-Polri bisa terjadi kembali.
"Ini kan yang jadi masalah kalau pimpinannya yang enggak ikut campur. Dan bahkan kemudian para anak buahnya melakukan hal-hal semacam itu," kata Adnan.
Mekanisme InternalPakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengingatkan agar Polda Metro hati-hati menindaklanjuti laporan dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan Novel.
Fickar meminta jajaran Polda Metro mempelajari secara teliti laporan yang dilayangkan Aris terkait
e-mail protes Novel. Menurutnya, berkirim e-mail merupakan mekanisme internal di KPK.
"Jangan sampai proses internal yang dibawa keluar justru menghasilkan hal-hal yang tidak produktif. Bahkan memicu kesan menghalangi pemberantasan korupsi," ujarnya.
Mantan Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji mengatakan perlu kebijakan oleh pimpinan lembaga anti-korupsi itu untuk soliditas internal. Dia menuturkan ini hanya masalah komunikasi birokrasi yang bisa diselesaikan.
“Perlu kebijakan pimpinan untuk ambil alih bagi kepentingan soliditas KPK,” kata dia.
(asa)