ANALISIS

Adu Taktik Setnov-KPK dalam Kasus e-KTP

CNN Indonesia
Rabu, 13 Sep 2017 20:13 WIB
Setya Novanto mangkir dari pemeriksaan KPK sebagai tersangka. KPK tak kalah sigap dengan mengulur waktu agar bisa memeriksa Setnov sebelum praperadian digelar.
Ahli hukum pidana berpendapat, Setya Novanto menggunakan alasan sakit untuk menghindar dari jerat kasus korupsi e-KTP. (CNN Indonesia/Abi Sarwanto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Nama Ketua DPR Setya Novanto terseret dalam perkara korupsi proyek e-KTP. Ia ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Juli lalu.

Diduga, ketua DPR itu mengatur proyek senilai Rp5,9 triliun itu.

Ketua Umum Partai Golkar itu mengaku tak menyangka ditetapkan sebagai tersangka. Sebelumnya, Setya hanya berstatus sebagai saksi bagi dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman dan Sugiharto serta pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong yang menjadi terdakwa dalam perkara ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kendati demikian, Setya mengklaim tetap akan mengikuti dan taat pada semua proses hukum yang berlaku.

Dia juga melakukan perlawanan dengan mengajukan praperadilan pada 4 September lalu. Gugatan ini terdaftar dalam perkara Nomor 97/Pid.Prap/2017/PN Jak.Sel.

Tak mau 'kebobolan' dengan upaya Setya untuk lolos dari jerat hukum melalui praperadilan, penyidik KPK segera memanggil Setya untuk diperiksa sebagai tersangka pada 11 September lalu. Tepat sehari sebelum sidang perdana praperadilan di PN Jakarta Selatan.

Janji Setya untuk taat pada proses hukum tak terbukti. Nyatanya, Setya tak memenuhi panggilan tersebut.
Melalui Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham, Setya menyampaikan surat pada KPK yang isinya menyatakan bahwa dirinya tengah dirawat di RS Siloam Semanggi karena gula darahnya tidak stabil.

Mangkirnya Setya dari panggilan KPK bukan kali pertama. Dalam beberapa pemeriksaan sebelumnya, Setya juga tak memenuhi panggilan KPK karena terserang vertigo.

Absennya Setya dari pemeriksaan pun diakali KPK. Dalam sidang perdana praperadilan yang diajukan Setya kemarin, hakim memutuskan menunda hingga 20 September mendatang.

Penundaan ini berdasarkan permintaan dari KPK selaku pihak tergugat yang mengaku masih perlu menyiapkan kelengkapan administrasi. Dalam jeda waktu penundaan ini, tak menutup kemungkinan KPK akan kembali memanggil Setya.

Sejumlah pihak menyebut, absennya Setya dari pemeriksaan hanya akal-akalan pria berusia 62 tahun itu merupakan siasat agar terhindar dari jeratan KPK. Sebab, bisa jadi Setya akan langsung ditahan usai menjalani pemeriksaan.

Ahli hukum pidana Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho mengatakan, alasan sakit itu hanya siasat dari Setya agar lepas dari jerat tersangka.
Adu Taktik Setnov dan KPK dalam Kasus e-KTPLima pimpinan KPK saat menghadiri rapat dengar pendapat dengan KPK. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Menurut Hibnu, Setya sengaja beralasan sakit untuk mengulur waktu pemeriksaan terhadap dirinya.

Namun ia juga tak menampik bahwa KPK melakukan strategi serupa agar dapat memeriksa Setya sebelum sidang praperadilan itu dimulai.

"Hukum itu bicara taktik. Nah taktik ini yang saya kira memang dipakai, baik oleh Setya maupun KPK," ujar Hibnu saat dihubungi CNNIndonesia.com.
Hibnu menilai hal itu wajar dilakukan oleh pihak yang berperkara. Namun, terlepas dari strategi yang dilakukan keduanya, Hibnu menilai KPK mesti fokus pada strategi pengumpulan bukti untuk memperkuat penetapan Setya sebagai tersangka.

Ia meyakini lembaga antirasuah telah mengantongi cukup bukti untuk memenangkan gugatan praperadilan yang diajukan Setya.

"Ya ini memang strategi orang pintar semua. Dalam konteks seperti ini harusnya KPK sudah cukup punya bukti menentukan Setya sebagai tersangka agar menang di praperadilan," katanya.

Peluang Menang Praperadilan

Kekhawatiran muncul sejak gugatan praperadilan itu diajukan Setya.

Ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hajar mengatakan, kekuatan Setya yang seolah mampu mengendalikan situasi bisa jadi peluang untuk memenangkan praperadilan.

Hal ini terlihat pula dari sikap Setya yang selama ini terkenal 'licin' dari sejumlah kasus yang menjeratnya.

"Ini yang mengkhawatirkan karena Setya menguasai banyak sumber daya. Orang satu DPR saja bisa dia kuasai, padahal dia sudah jadi tersangka. Enggak ada yang protes kan," tuturnya.

Ia meminta semua elemen masyarakat mengawasi jalannya sidang praperadilan Setya. Termasuk dari Komisi Yudisial, sebagai lembaga pengawas hakim. Pengawasan ini dinilai penting untuk memastikan tak ada tekanan dari pihak-pihak yang membawahi hakim yang menangani perkara tersebut.

"Kalau 'atasnya' sudah dipegang (Setya), ya ini bahaya, ke bawahnya dia tinggal tunduk. Makanya masyarakat harus mengawasi. Prinsipnya kita harus tetap menghargai pengadilan," ucap Fickar.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER