Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan kekecewaannya dan menyesalkan banyaknya kepala daerah tersangkut kasus korupsi.
Ungkapan kecewa itu disampaikan Tjahjo menanggapi penangkapan Bupati Batubara, OK Arya Zulkarnain, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Rabu (13/9).
Menurutnya, pengawasan dan imbauan agar kepala daerah tak korupsi sudah terlalu sering dilakukan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kepala daerah harus memahami daerah rawan korupsi. Kuncinya sekarang ada pada individunya. Begitu kami terima surat (dari KPK) kami akan segera mem-Plt-kan kalau yang bersangkutan terbukti bersalah," kata Tjahjo di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Kamis (14/9).
Mantan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan itu mengklaim tak pernah luput memberi tahu area-area rawan korupsi pada bawahannya serta kepala daerah.
Empat area rawan korupsi yang ia maksud adalah perencanaan anggaran, belanja hibah/bansos, retribusi atau pajak, serta jual-beli jabatan.
Pengawasan, menurutnya juga sudah maksimal dilakukan. Mulai dari KPK, inspektorat, maupun tim Sapu Bersih Pungutan Liar. Namun, praktik korupsi selalu dilakukan kepala daerah.
"Mereka dipilih oleh rakyat, diberhentikan kalau terjaring masalah hukum. Instruksi, pengawasan, dan saber pungli sudah, setiap pertemuan dari Presiden, Menko Polhukam, sampai Mendagri sudah ingatkan untuk hati-hati, tapi ya bagaimana lagi," tuturnya.
Inspektorat Tak BerjalanKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berpendapat, banyaknya kepala daerah yang terlibat kasus korupsi karena tidak berjalannya inspektorat.
Berdasarkan statistik dari KPK, sejak 2004 hingga 30 Juni 2017, sudah 78 orang kepala daerah yang berurusan dengan KPK.
"Setelah KPK melakukan kajian. Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) atau lebih dikenal dengan inspektorat hampir dikatakan tidak berjalan sebagaimana mestinya," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif melalui pesan singkatnya.
Kata Syarif, para kepala inspektorat daerah mesti melaporkan temuan dugaan korupsi itu ke gubernur, bupati atau wali kota.
Konflik kepentingan dalam posisi ini pun tak terhindarkan, lantaran para kepala inspektorat diangkat kepala daerah.
"ASN juga tidak memiliki kapasitas yang cukup, sehingga korupsi di daerah sangat banyak," tuturnya.
Menurut Syarif, untuk menghindari praktik rasuah yang melibatkan kepala daerah kembali terulang, tim KPK membantu pemerintahan daerah dalam melakukan pengawasan dan pencegahan.
Syarif menyebut, pihaknya membantu dalam melakukan perbaikan sistem pengadaan barang jasa, perbaikan sistem perizinan, perbaikan proses planning dan budgeting, dan perbaikan APIP.
"Tapi upaya-upaya di atas akan sia-sia tanpa peningkatan moral dan integritas aparat. Itu yang susah karena KPK tidak dapat mengawasi orang per orang," tutur Syarif.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan masih adanya kepala daerah terjerat korupsi yang ditangani pihaknya lantaran mereka melakukan hal tersebut bersama-sama pihak lain.
Apalagi, kata Saut, kepala daerah tersebut diikat oleh 'perjanjian gelap' di masa pencalonan, sehingga membuat mereka sulit untuk keluar dari jeratan transaksional.
"Kalau sudah demikian mau pengawasan apa saja akan gagal. Karena ruang gelap transaksional itu bisa terjadi kapan saja, di mana saja," kata dia.