Ahli Tata Negara Unpad Bahas Pencekalan di Praperadilan Setya

CNN Indonesia
Rabu, 27 Sep 2017 04:08 WIB
Dalam pendapatnya, pakar hukum tata negara menilai pencegahan bepergian keluar negeri terhadap seseorang bisa dibenarkan ketika sosok itu tak kooperatif.
Ketua DPR Setya Novanto mengajukan praperadilan penetapan dirinya sebagai tersangka korupsi e-KTP oleh KPK. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pakar hukum tata negara dan administrasi dari Universitas Padjadjaran, I Gde Pantja Astawa menyampaikan pendapat terkait pencegahan atau pencekalan seseorang untuk keluar negeri.

Pernyataan itu disampaikan dirinya dalam kapasitas sebagai saksi ahli pada sidang praperadilan Ketua DPR Setya Novanto dalam kasus korupsi e-KTP di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (26/9).

“Misalnya saya, kalau konteks pencegahan terkait persoalan baru dugaan, misalnya dari aparat penegak hukum untuk memudahkan penyelidikan, penyidikan dan seterusnya, itu saya dicegah. Begitu konteksnya pencegahan dari penegak hukum ini sifatnya pro justitia,” kata Gde menanggapi pertanyaan dari kuasa hukum Setya Novanto, Amrul Khair Rusin.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebelumnya Amrul bertanya mengenai pencegahan terhadap seseorang yang belum ditetapkan sebagai tersangka atau dianggap sebagai saksi kunci. Selain itu, Amrul juga melontarkan pertanyaan siapa yang berwenang atas pencegahan itu, dan apakah aparat penegak hukum memiliki hak diskresi.

Menjawab itu, Gde menilai aparat penegak hukum tidak sendiri menentukan pencegahan terhadap seseorang. Aparat tersebut pasti meminta pada institusi eksekutif untuk mencegah seseorang.

Jika pencegahan disebut sebagai diskresi, kata Gde, alasannya juga harus rasional dan objektif. Jika tak demikian, suatu institusi aparat penegak hukum bisa seenaknya meminta pencegahan.

Sementara itu dari pihak Komis Pemberantasan Korupsi (KPK), melontarkan pertanyaan kepada Gde merujuk pada wewenang lembaga antirasuah yang tercantum dalam pasal 12 ayat 1 UU 30/2002. Dalam beleid itu disebutkan salah satu wewenang KPK adalah memerintahkan intansi terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri.

Menjawab itu, Gde menjelaskan pencegahan ke luar negeri harus melihat pada fakta yang ada. Jika, sosok tersebut kooperatif dalam pemeriksaan tak perlu dicegah. Ia pun menganalogikan dirinya sendiri untuk menjawab pertanyaan itu.

“Misal saya dipanggil, saya datang kooperatif, beralasan enggak saya untuk dicegah? Itu maksud saya kooperatif. Kecuali kalau saya dipanggil ngumpet. Dua kali, empat kali ngumpet, [maka] cegah. Itu maksud saya, apa lagi sakit,” kata Gde.

Sebelumnya, pencegahan atau pencekalan merupakan salah satu hal yang dipermasalahkan kuasa hukum Setnov. Mereka meminta Hakim Tunggal Cepi Iskandar membatalkan pencegahan Setnov berpergian ke luar negeri karena mereka menilai pencegahan tersebut tidak objektif dan mengada-ada.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER