Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mendesak Presiden Joko Widodo segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) atas UU Nomor 30/2002 tentang KPK.
Hal itu merupakan respon atas kekecewaan Fahri karena dituding KPK mengancam auditor BPK dalam mengeluarkan opini WTP atas laporan keuangan DPR.
"Saya mengimbau Presiden Joko Widodo sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan untuk membuat Perppu untuk menghentikan KPK," ujar Fahri dalam pesan tertulisnya, Rabu (27/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fahri mengatakan, KPK telah secara sengaja mencoba menyeret dirinya dalam pusaran korupsi. Hal itu dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan kepada saksi dan tersangka terkait hal-hal yang tidak ada hubungan dengan perkara.
Imbas dari cara itu, KPK membuat opini negatif publik kepada dirinya atau pihak lain yang sebenarnya tidak terlibat dalam perkara korupsi.
Lebih lanjut, politikus PKS ini mengklaim, kemunculan namanya dalam sidang dugaan suap opini WTP Kemendes juga salah satu cara agar dirinya tidak lagi mengkritik KPK.
"Saya telah mengumpulkan banyak data tentang orang-orang yang dibungkam dan akhirnya dikalahkan. Nama saya pun berkali-kali direkayasa untuk disebutkan hanya untuk menakuti saya supaya jangan lagi mengkritik KPK," ujarnya.
Selain hendak membungkam dirinya, Fahri juga menuding, KPK telah menjadikan kasus dan data seseorang sebagai barter dukungan. KPK, kata Fahri, memanfaatkan data yang dimilikinya untuk mengancam atau mengajak bernegosiasi untuk mengamankan dukungan kepada KPK.
Bahkan, menurutnya, kasus dan data KPK itu diperoleh melalui pengintaian, penyadapan, dan pengumpulan informasi secara ilegal. "Pemerasan dan barter hukum ini telah meluas dan dapat diduga termasuk presiden dan pimpinan semua lembaga tinggi negara," ujar Fahri.
Menurut Fahri, cara KPK sebagai tindakan yang mengancam keselamatan negara karena telah memunculkan pasar gelap pemerasan dan barter kasus yang menyebabkan roda pemerintahan tidak berjalan secara normal.
"Membiarkan KPK terus mengumbar pasar gelap pemerasan dan negosiasi hukum akan menghancurkan sistem hukum Indonesia. Saya tidak akan diam dengan apapun ancaman KPK. Buat saya KPK ada skandal yang telah merusak sendi kehidupan negara hukum kita. Saya akan lawan," ujarnya.
Bela FahriSekretaris Jenderal DPR Achmad Djuned menegaskan, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dan mantan Ketua DPR Ade Komarudin tidak pernah mengintimidasi auditor Badan Pemeriksa Keuangan untuk mengeluarkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan keuangan DPR.
Menurutnya, Fahri atau Ade tidak mungkin mengintimidasi BPK karena DPR sudah menerima opini WTP sejak tahun 2009 atau sebelum keduanya duduk di kursi pimpinan DPR.
"Bagaimana marah, Pak Fahri saja baru jadi pimpinan tahun 2014. Kami mendapatkan WTP sudah 2009," ujar Achmad.
Achmad menuturkan, pemberian opini WTP dari BPK kepada DPR merupakan hal yang tidak mungkin diintervensi oleh anggota DPR.
Lebih lanjut, Achmad berencana menyambangi BPK untuk mengklarifikasi tudingan itu. Pasalnya, ia yakin tekanan terhadap BPK tidak pernah terjadi.
"Saya akan sampaikan ke BPK apakah benar ada penyampaian seperti itu," ujarnya.
Sebelumnya, anggota BPK Eddy Mulyadi Soepardi mengaku enggan mengubah opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap laporan keuangan DPR karena takut dimarahi Fahri Hamzah dan Ade Komarudin.
Hal ini diungkapkan Eddy saat menjadi saksi dalam sidang kasus suap opini WTP Kemendes terhadap auditor BPK dengan terdakwa pejabat Kemendes Sugito dan Jarot Budi Prabowo di Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Saya bilang jangan turun opininya (DPR) karena Akom bisa marah, Fahri marah,” ujar Eddy.
(ugo)