Zig-zag Jokowi di Antara Kelahiran dan Kesaktian Pancasila

CNN Indonesia
Senin, 02 Okt 2017 10:05 WIB
Hari Lahir Pancasila 1 Juni dan Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober dinilai sebagai hal kontraproduktif. Sukarnoisme di satu sisi dan Soehartoisme di lain sisi.
Presiden Joko Widodo dianggap telah melakukan langkah bertentangan ketika menghadiri upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila, 1 Oktober lalu. (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemutaran film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI dan upacara Hari Kesaktian Pancasila di Lubang Buaya, Jakarta Timur, sempat hilang seiring tumbangnya Soeharto dari kursi kepresidenan. Namun dalam beberapa tahun terakhir kedua acara seremoni itu kembali digelar oleh pemerintah.

Pada malam 30 September 2017, Presiden Joko Widodo dan Jenderal Gatot Nurmantyo nonton bersama film Pengkhianatan G30S/PKI di Markas Komando Resor Militer 061/Suryakencana, Bogor, Jawa Barat. 

Keesokan harinya, Jokowi memimpin upacara Kesaktian Pancasila di kompleks Monumen Pancasila Sakti Lubang Buaya, Jakarta Timur. Upacara itu juga dihadiri Jenderal Gatot dan jajarannya, serta pejabat negara lainnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain Hari Kesaktian Pancasila, 1 Oktober di era Orba adalah simbol keberhasilan Soeharto dan angkatan darat menumpas apa yang disebut kudeta yang dilancarkan Partai Komunis Indonesia pada 30 September 1965. 
Peristiwa penumpasan itu menjadi salah satu fondasi yang mengantarkan Soeharto ke kursi presiden selama 32 tahun.

Jauh hari sebelum Jokowi duduk lesehan dengan Gatot menonton film propaganda Orde Baru, mantan Gubernur DKI Jakarta itu meneguhkan 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila, dengan menetapkannya sebagai hari libur nasional.

Dan hanya berselang setahun Jokowi lantas membentuk Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP). Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri pun dilantik sebagai anggota Dewan Pengarah UKP-PIP.

Rentetan laku Jokowi itu dinilai oleh sejarawan JJ Rizal sebagai hal yang kontradiktif karena ada pertentangan antara Hari Kesaktian Pancasila dan Hari Lahir Pancasila.

"Sebab yang satu (Hari Lahir Pancasila) adalah hari di mana Sukarno menginspirasi para pendiri bangsa tentang suatu bangsa yang satu untuk semua, sedangkan satu lagi (Hari Kesaktian Pancasila) hari di mana Soeharto memulai kekuasaan semua untuk satu," kata dia kepada CNNIndonesia.com, Minggu (1/10).
JJ Rizal menyebut ada jati diri bangsa yang berubah sejak 1 Oktober 1965. 

Sejak itu, menurut Rizal, semangat antikolonialisme dan antifeodalisme yang menjadi jati diri bangsa di bawah kepemimpinan Sukarno, hilang, digantikan oleh jati diri antikomunisme dan laku feodal dengan segenap hipokrisinya.

Rizal melanjutkan, ketika hadir dalam acara nonton bareng film G30S/PKI yang digelar TNI AD serta memimpin upacara Kesaktian Pancasila di Lubang Buaya, Jokowi telah mengidentifikasi dirinya masuk ke dalam kelompok masyarakat Indonesia yang telah berubah total itu sejak 1 Oktober 1965.
Langkah Zig-zag Jokowi di Tengah Isu Kebangkitan PKIPatung  Pahlawan Revolusi di kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur. (CNN Indonesia / Adhi Wicaksono)
Lebih jauh, Rizal mengaku tak sepakat bila 1 Oktober disebut sebagai Hari Kesaktian Pancasila, sebagaimana yang diciptakan oleh rezim Orde Baru.

Dia menyatakan setuju dengan usulan budayawan Franz Magnis Suseno yang menyebut 1 Oktober versi Orde Baru diperingati sebagai Hari Pengkhianatan Pancasila.

Terlebih, kata Rizal, 1 Oktober 1965 menjadi tanda awal lahirnya kekuasaan Soeharto yang diiringi dengan pembantaian ratusan ribu orang yang dituding berhubungan dengan PKI.

"Sejak itu pula kita tahu cita-cita Pancasila tentang Indonesia yang demokratis, yang menjunjung tinggi perikemanusiaan dan perikeadilan, yang meniscayakan ke-Binekatunggalika-an, terkubur bersama jutaan bangkai manusia sebangsa," ujarnya.
Rezim Soeharto bertahan selama 32 tahun sebelum akhirnya tumbang pada Mei 1998 oleh gerakan demonstrasi besar-besaran yang dipelopori mahasiswa.

Para pengkritik menyebut Soeharto, selama 32 tahun berkuasa, telah melakukan banyak penyelewengan kekuasaan, mulai dari dugaan korupsi hingga pelanggaran HAM berat. 

John Roosa, Professor di Departemen Sejarah, University of Columbia, Vancouver, Kanada, dalam bukunya 'Dalih Pembunuhan Masal: Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto' (2008) menulis bahwa Hari Kesaktian Pancasila, film G30S/PKI, dan Monumen Pancasila Sakti Lubang Buaya, merupakan sebagian simbol-simbol yang dibuat Soeharto untuk menggambarkan kebenaran tentang tragedi 1965 dan memuntahkan semua kesalahan pada PKI.

"Rezim Suharto terus-menerus menanamkan peristiwa itu dalam pikiran masyarakat melalui semua alat propaganda negara: buku teks, monumen, nama jalan, film, museum, upacara peringatan, dan hari raya nasional," tulis John Roosa seperti dikutip CNNIndonesia.com.
Tetapi Soeharto juga punya wajah lain. Bagi para pendukungnya, Soeharto kerap dianggap sebagai presiden yang berhasil mendatangkan stabilitas, baik ekonomi maupun keamanan.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER