Jakarta, CNN Indonesia -- Pertemuan tatap muka antara pemohon izin dengan petugas di Mal Pelayanan Publik (MPP) DKI Jakarta masih memungkinkan adanya penyuapan. Penerapan sistem online atau daring dianggap solusi yang lebih baik untuk memangkas penyalahgunaan izin itu.
MPP DKI Jakarta itu sendiri yang akan diresmikan oleh Presiden Jokowi, di Jalan HR. Rasuna Said, Jakarta Selatan, pada Kamis (12/10). Uji coba penyelenggaraan MPP itu sudah digelar Minggu (8/10), dengan dihadiri Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat dan pejabat terkait.
Kantor ini sendiri merupakan hasil kolaborasi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi DKI Jakarta denga Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), serta unit-unit playanan publik lainnya, BUMN, hingga BUMD.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Di tempat tersebut, tersedia berbagai booth atau tenda unit layanan warga. Diantaranya, unit layanan Ditjen Pajak, Ditjen Bea dan Cukai, Ditjen Imigrasi, PT. Jasa Raharja, hingga PT. PLN (Persero). Sehingga, dalam satu atap, warga bisa mengurus layanan perizinan maupun layanan non-perizinan yang terkait instansi-instansi itu.
Ruang pelayanan di MPP DKI Jakarta itu sendiri mencakup tiga lantai. Rinciannya, Lantai 1 terdiri dari lobi, tempat resepsionis, area tunggu, loket pelayanan, ATM, layanan bagi difabel, layanan kilat, self service counter, dan loket pengambilan.
Lantai 2 terdiri dari loket pelayanan, ruang prioritas, ruang konsultasi, ruang menyusui, area bermain anak, dan Pojok Testimoni. Terakhir, lantai 3 berisi ruang pelayanan unit-unit pelayanan dari Kementerian, lembaga negara, BUMN, dan BUMD.
Dengan fasilitasnya itu, Kepala DPMPTSP Edy Junaedi sendiri menyebut MPP sebagai, "everything in one place". Ia meyakini berdirinya MPP semakin mempercepat proses pelayanan warga dalam mengurus perizinan dan non-perizinan.
Misalnya, warga Jakarta tidak harus berpindah-pindah lokasi untuk membuat izin usaha. Diantaranya, membuat Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) ke kantor Ditjen Pajak, lalu memesan nama perusahaan ke Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham, hingga kemudian harus mengurus Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP) ke Dinas PTSP. Belum lagi pengurusan BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan untuk para pegawainya.
"Dengan adanya MPP, sekarang dia cukup datang ke satu lokasi mengurus itu semua. Ini merupakan lompatan dalam pelayanan publik, yang tadinya berpisah-pisah dan menyebar sekarang berkumpul di lokasi yang sama," kata Edy ketika dihubungi, Minggu (9/10).
Menurut data Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dalam pengoperasian perdananya Mal Pelayanan Publik DKI Jakarta ini akan memiliki 328 jenis layanan dan perizinan.
Terpisah, Pengamat kebijakan publik Universitas Gadjah Mada Erwan Agus Purwanto menyebut MPP merupakan inovasi pemerintah daerah untuk mendekatkan layanan pada masyarakat.
Meski demikian, ia melihat konsep MPP tak bisa berdiri sendiri. Mesti ada dukungan unsur lain untuk memotong waktu pengurusan perizinan dan urusan administratif lainya. Terlebih, alur perizinan di Indonesia masih berbelit.
"Berbagai aspek lain terkait upaya debirokratisasi dan deregulasi perlu terus dilakukan," kata Erwan.
Sementara, Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio meragukan efektivitas MPP selama kantor tersebut masih mengandalkan tenaga manusia dalam mengurus administrasi dan menerbitkan izin.
Hal itu tak lepas dari status perizinan yang masih laku sebagai komoditas korupsi di Indonesia. Di berbagai daerah, contohnya, aparat selalu membuat peraturan perizinan yang berbelit. Warga pun terdorong untuk menyuap demi memperoleh layanan yang cepat. Keberadaan kamera pengawas (CCTV) tidak banyak membantu.
"Di situlah terjadi pungli (pungutan liar) karena masyarakat dipersulit," cetusnya.
Agus lebih menyarankan penggunaan teknologi untuk meminimalisasi potensi suap. Yakni, layanan daring. Terlebih, penggunaan gawai sudah luas di masyarakat. Layanan jenis ini membuat pertemuan langsung antara pengguna dengan aparat semakin sedikit.
Jikapun ada kontak antara petugas dan warga dalam pelayanan publik, hal itu hanya sebatas pemberian informasi seperti yang dilakukan oleh layanan pelanggan atau customer service. Bukan dalam rangka pengambilan keputusan perizinan.
"Izin itu mudah dikorupsi dan mudah dipermainkan kalau ada kontak fisik antarmanusianya. Kalau semua perizinan sudah online, itu salah satu proses yang memudahkan tanpa harus dipermainkan atau dipersulit dengan berbagai hal yang ujung-ujungnya uang," jelas Agus.
Terkait kritikan tersebut, Edy membantahnya. Alasannya, pertama, CCTV di setiap sudut MPP dapat berperan sebagai pengawas tindakan aparat dan warga. Kedua, esensi pelayanan adalah komunikasi langsung antara petugas dengan warga.
Ketiga, lanjut Edy, ruangan pelayanan MPP terbuka tanpa sekat. Sehingga, terjadinya praktik pungli atau pemberian gratifikasi kemungkinan kecil terjadi. Keempat, pelayanan yang cepat di MPP pun bisa memangkas peluang upaya penyuapan. Kelima, mekanisme pelaporan pungli di MPP.
"Saya yakin sekali petugas-petugas yang ditempatkan di MPP merupakan orang-orang yang berintegritas dan punya jiwa melayani," ucapnya, menutup perbincangan.
Kantor MPP yang pertama sendiri dibuka di Surabaya, pada Jumat (6/10). MPP ini pada tahap awal dihuni oleh empat instasi, yakni Pemkot Surabaya, Polrestabes Surabaya, Kanwil I Ditjen Pajak Provinsi Jatim, dan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Surya Sembada Surabaya.
Di hari yang sama, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, mulai mengoperasikan MPP dengan 88 jenis layanan dalam satu tempat.
MPP DKI Jakarta sendiri merupakan pengembangan dari unit layanan yang disebut sebagai Badan PTSP. Unit ini kemudian diubah menjadi Dinas PTSP dan Penanaman Modal. Dan kini, unit kerja itu memiliki kantor terpadu dengan layanan yang lebih luas yang disebut sebagai MPP.