Jakarta, CNN Indonesia -- Djarot Saiful Hidayat langsung tancap gas sejak dilantik menggantikan posisi Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, pada 15 Juni 2017. Djarot berulangkali menyatakan, akan meresmikan sejumlah proyek yang menjadi programnya sebelum masa jabatan habis.
Sejak itu, mantan Wali Kota Blitar itu berkeliling mengebut peresmian-peresmian proyek. Setiap bulan, Djarot memiliki agenda meresmikan proyek.
Namun, meski kebut menyelesaikan proyek, tak semua programnya bisa diselesaikan sampai masa menjelang masa jabatannya berakhir, 15 Oktober 2017.
Berbicara di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (9/10), Djarot mengatakan, ada tiga persoalan pokok yang belum terselesaikan dan harus diatasi oleh gubernur selanjutnya Anies Baswedan. Tiga persoalan tersebut, yakni kemacetan, pemukiman dan sampah.
"Kami sudah berusaha maksimal untuk menata dan meletakkan dasar-dasar sistem transportasi publik berbasis rel maupun bis. Ini belum selesai, terutama yang berbasis rel," kata Djarot di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (9/10).
Djarot berharap, dengan program yang dicanangkan selama ini, lima tahun ke depan kemacetan Jakarta sudah terurai. “Apalagi nanti akan kami pasang ERP (
electronic road pricing)," kata Djarot.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masalah pemukiman. Djarot menyayangkan masih banyak warga yang tinggal di bantaran sungai. Menurutnya, penertiban harus dilakukan dengan memindahkan warga pinggir kali ke rumah susun.
Relokasi warga ke rusun menurutnya adalah hal yang paling masuk akal karena keterbatasan lahan di ibu kota.
Terakhir, masalah sampah. Djarot menyebut, selama ini pembuangan sampah Jakarta bergantung pada TPST (tempat pengolahan sampah terpadu) Bantar Gebang, Bekasi. Oleh sebab itu, Djarot mengebut pekerjaan proyek intermediate treatment facility (ITF) yang dikerjakan oleh BUMD, PT Jakarta Propetindo (Jakpro).
"Itu tiga PR yang menjadi pekerjaan rumah kami," ujarnya.
Djarot menyadari untuk menata dan mengubah Jakarta, lima tahun saja tidak cukup. Minimal, kata dia, 10 tahun dan tentunya harus tetap berlanjut untuk 15-20 tahun.
 Djarot Saiful Hidayat meninggalkan sejumlah pekerjaan yang belum selesai kepada penerusnya, Anies-Sandi. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari) |
Pencapaian Djarot dalam menata Ibu kota tidak terlepas dari peran gubernur pendahulunya, Joko Widodo (2012-2014), dan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok (2014-2017).
Pada awal kepemimpinan Jokowi, Pemprov DKI Jakarta melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) menerbitkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2013-2017.
Dalam perjalananan pelaksanaan RPJMD itu, Pemprov DKI mengalami tiga kali pergantian gubernur, mulai dari Jokowi, Ahok, hingga Djarot. Tiga Gubernur DKI itu berupaya mewujudkan program yang terdapat dalam RJPMD.
“Basisnya itu RJPMD yang sudah ditetapkan. Justru banyak capaian para tiga orang gubernur itu, yakni Jokowi, Ahok, dan Djarot karena ini evaluasi lima tahun,” kata Kepala Badan Perencaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Tuty Kusumawati, beberapa waktu lalu.
Berdasarkan data yang dirangkum CNN Indonesia.com dari Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Akhir Masa Jabatan (LKPJ AMJ) Gubernur DKI Jakarta 2013-2017, ada sejumlah program unggulan Ahok-Djarot yang berhasil direalisasikan.
Sejumlah program yang berhasil diwujudkan Ahok-Djarot, diantaranya program pelayanan terpadu satu pintu, penyelenggaraan pemerintah berbasis elektronik, pembangunan jalan dan jembatan, bus Transjakarta koridor 13.
Selain itu, program bedah rumah, revitalisasi kota tua, dan peresmian 100 Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA).
Dari sejumlah program yang masuk ke dalam RJPMD, terdapat sejumlah program yang belum diselesaikan Ahok-Djarot.
Sejumlah program yang belum selesai itu, yakni pembangunan Mass Rapid Transit (MRT). Dalam RPJMD 2013-2017, beroperasinya MRT fase 1 rute Lebak Bulus-Bundaran HI diharapkan dapat terwujud selama lima tahun masa pemerintahan Jokowi-Ahok.
Kenyataannya, hingga saat ini MRT belum dapat beroperasi. Pembangunan fase I sempat terkendala masalah pembebasan lahan di kawasan Fatmawati untuk Stasiun Haji Nawi. Pihak MRT pun masih mengurus pembebasan lahan tersebut.
Pertengahan September lalu, Direktur MRT William Sabandar menyebut pembangunan MRT fase I sudah mencapai 80 persen. MRT dijanjikan bisa beroperasi pada Maret 2019.
Untuk selanjutnya, fase 1 akan diteruskan dengan pembangunan Koridor fase II (Bundaran HI-Kampung Bandan) yang saat ini sedang disiapkan trasenya.
Program berikut yang tersendat adalah pembangunan Light Rail Transit (LRT). Sama halnya dengan MRT, LRT merupakan salah satu program unggulan RPJMD DKI Jakarta 2013-2017 untuk mengembangkan angkutan massal berbasis rel.
Pengoperasian LRT digambarkan secara kualitatif sebagai pencapaian misi untuk Jakarta yang bebas macet. Pembangunan LRT sempat terkendala sejumlah masalah, seperti pembiayaan, jangka waktu penyelesaian, dan tumpang tindih lahan.
Walau tidak mungkin rampung pada tahun 2017, LRT yang melayani rute Kelapa Gading-Velodrome (Rawamangun) diharapkan mampu menjadi transportasi pendukung penyelenggaraan Asian Games 2018.
Program berikutnya, Bus Transjakarta Koridor 14 dan Koridor 15. Tertuang pada RPJMD DKI Jakarta 2013-2017, Pemprov DKI Jakarta memiliki misi untuk membangun 15 koridor busway Transjakarta. Namun, baru koridor 13 yang diresmikan Agustus 2017. Masih ada dua koridor lainnya, yakni koridor 14 (UI-Manggarai) dan koridor 15 (Pondok Kelapa-Blok M) yang harus diselesaikan.
Akhir Agustus lalu, Djarot menyebut akan menyerahkan kelanjutan proyek dua koridor busway tersebut kepada Anies Baswedan dan Sandiaga Uno.
Djarot beralasan, saat ini ia masih fokus menyempurnakan fasilitas koridor 13 Transjakarta, seperti pemasangan lampu halte, serta eskalator dan lift yang ramah bagi penyandang disabilitas.
Tak hanya itu, proyek Jalan berbayar atau ERP yang masuk dalam RPJMD 2013-2017 juga belum berjalan.
Kepada CNNIndonesia.com, Jumat (6/10) lalu, Wakil Kepala Dinas Perhubungan Pemprov DKI Jakarta Sigit Widjatmoko menyatakan hingga kini ERP belum bisa diterapkan karena belum memadainya angkutan umum massal. Sehingga, ERP baru bisa diterapkan setelah MRT beroperasi, Maret 2019.
Warisan Ahok-Djarot untuk Anies-Sandi lainnya, diantaranya program 10 ribu rumah susun dan normalisasi sungai Ciliwung.
Di masa pemerintahannya, Djarot sempat menyinggung target pembangunan rusun sebanyak 10 ribu unit pada tahun ini. Rusun tesebut diperuntukkan bagi warga yang terdampak penertiban.
Dari 10 ribu unit yang ditargetkan, Pemprov DKI Jakarta dalam kurun waktu 2013 sampai 2017 telah menyelesaikan pembangunan 5.177 unit rusun.
Sedangkan untuk normalisasi Sungai Ciliwung memang merupakan tugas Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) yang bernaung di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera).
Upaya penanggulangan banjir tersebut telah dimulai sejak era Jokowi menjabat Gubernur DKI.
Namun, Djarot menyatakan bahwa normalisasi sungai Ciliwung tak bisa rampung hingga akhir masa jabatannya. Normalisasi dengan panjang total 19 km itu terhambat karena banyak yang mencaplok bantaran sungai untuk dijadikan hunian.
Awal September lalu, Kepala BBWSCC T Iskandar juga mengatakan bahwa pembebasan lahan adalah permasalahan utama dalam normalisasi Sungai Ciliwung. Lahan tersebut dibutuhkan untuk pemancangan dinding turap, pembangunan jalan inspeksi dan pengerukan (pelebaran dan pendalaman) sungai. Lahan itu antara lain terdapat di Kampung Melayu, sebagian Kalibata, dan sebagian Condet.
Meski Ahok-Djarot tak menyelesaikan programnya dan meninggalkan sejumlah pekerjaan rumah, namun bukan berarti pasangan tersebut tidak berhasil.
Pengamat Politik Voxpol Center Research And Conslunting Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Ahok berada pada level puas, sangat puas dan cukup puas.
"Saya melihat jam terbang Ahok lebih tinggi dibandingkan Djarot. Termasuk capaian, prestasi dan penghargaan yang diperoleh Ahok lebih banyak dibandingkan Djarot," katanya kepada CNN Indonesia.com.
Ahok, kata dia telah banyak mengubah wajah Jakarta. "Soal kebersihan Jakarta sehingga Jakarta kembali bersih. Setelah Ahok enggak menjabat sekarang bisa dilihat sudah mulai banyak PKL yang berjualan bukan ditempatnya, Tanah Abang sudah mulai lagi tak tertib," katanya.
Selain itu, Ahok juga berhasil menciptakan pelayanan yang berkualitas di kantor pelayanan yang langsung bersentuhan dengan rakyat seperti rumah sakit, kantor kelurahan dan kecamatan.
"Habitus politik Ahok yang patut kita angkat topi dan apresiasi yaitu mau menerima masukan dan kritik warga secara langsung dan tatap muka," kata dia.
Pangi mengatakan, prestasi Ahok lebih banyak dibandingkan Djarot. "Saya juga belum melihat sepak terjang atau gebrakan Djarot selama empat bulan menjabat sebagai gubernur, belum nampak gebrakan atau daya kejut (shock effect) yang bisa dibanggakan," kata dia.