Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi III DPR menggelar rapat gabungan yang mempertemukan antara Kapolri, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Jaksa Agung untuk membahas soal penanganan terbaik terhadap kasus korupsi.
Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo mengatakan, rapat koordinasi ini dilaksanakan lantaran pihaknya melihat belum ada kemajuan signifikan dalam menekan angka korupsi selama 15 tahun KPK berdiri.
"Bahkan sebaliknya, makin masif. Kita ingin arah dan agenda pemberantasan korupsi tidak hanya menghasilkan kegaduhan dan festivalisasi, tapi hasil nyata terhadap pertumbuhan ekonomi, bisnis dan kesejahteraan masyarakat," kata dia, dalam keterangan tertulis, Minggu (16/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Bambang, pola pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK saat ini malah kontraproduktif bagi pembangunan nasional, terutama di daerah.
Indikasinya, ada ketakutan dari Kepala Daerah dan pejabat di Kementerian dalam mengeksekusi berbagai program pembangunan kerena takut dipenjarakan KPK. Selain itu ada banyaknya dana mengendap di bank, serta dilema dari para pengusaha.
"Itulah kurang lebih yang akan kita evaluasi dan bicarakan dengan para pemangku kepentingan penegak hukum (Jaksa Agung, Kapolri, dan KPK)," jelasnya.
Terlebih, Bambang berpendapat, ada kerawanan digunakannya penegakan hukum terhadap kasus korupsi untuk kepentingan segelintir pihak. Hal itu dapat terjadi baik pada tahap pengaduan masyarakat, penyadapan, penyidikan, penuntutan, hingga pengamanan barang bukti atau barang sitaan.
"Harus ada keselarasan dalam merealisasikan agenda pemberantasan korupsi," ucap Bambang yang juga anggota Fraksi Partai Golkar.
Selain membahas pola penegakan hukum tindak pidana korupsi, Bambang juga menyebut bahwa rapat tersebut akan membahas rencana penuntutan satu atap dalam Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi Polri.
Penuntutan satu atap tak serta merta meleburkan penyidik dengan penutut seperti di KPK.
"Tapi cukup memanfaatkan Satgasus Penututan dari jaksa-jaksa terpilih untuk menangani kasus-kasus dari Densus Tipikor Polri sehingga tidak dibutuhkan UU baru," terangnya.
Ditambahkannya, keberadaan Densus Tipikor Polri memiliki posisi penting. Dengannya, KPK bisa lebih fokus pada penanganan kasus-kasus korupsi besar yang tidak bisa ditangani Polri dan Kejaksaan.
"Dengan anggaran operasional yang besar, gaji yang besar, kewenangan dan fasilitas yang luar biasa, wajar kalau KPK tangani kasus-kasus sulit. Kalau OTT dan yang ecek-ecek biarkan Densus Tipikor, Polri, dan Kejaksaan yang menangani. Jadi tidak seperti sekarang ini, seperti nembak nyamuk pakai meriam," tandas Bambang.