Jakarta, CNN Indonesia -- Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menyatakan anggota DPR dari Fraksi Hanura Miryam S Haryani telah menyampaikan seluruh fakta proyek pengadaan e-KTP yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,3 triliun.
Hal tersebut diketahui saat jaksa penuntut umum KPK membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Novel di persidangan Miryam, terdakwa keterangan palsu dalam sidang perkara korupsi e-KTP.
"Saudari Miryam menyampaikan kepada penyidik kondisi pemeriksaan tidak sesuai dengan keterangan anggota DPR tersebut. Kemudian, memutuskan menjelaskan seluruhnya fakta tentang proyek e-KTP," kata jaksa saat membaca BAP Novel di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (16/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penyidik senior KPK itu seharusnya dihadirkan sebagai saksi untuk Miryam. Namun, Novel hingga saat ini masih berada di Singapura untuk menjalani perawatan mata akibat siraman air keras.
Dalam BAP yang dibacakan jaksa KPK, Novel menyatakan ia pernah melakukan pemeriksaan kepada Miryam sebagai saksi korupsi e-KTP sebanyak tiga kali.
Pemeriksaan pertama dilakukan pada 1 Desember 2016. Menurut Novel, dalam pemeriksaan yang dilakukan bersama penyidik Irwan Susanto itu, Miryam dalam kondisi baik dan dapat memberikan keterangan dengan lancar.
Novel menjelaskan, politikus Partai Hanura itu di luar dugaan menceritakan mengenai rekan-rekannya sesama anggota DPR.
Ketika diperiksa oleh Novel, Miryam mengaku, diminta oleh anggota DPR lain untuk bertahan dan memberikan keterangan tidak benar dalam kasus e-KTP.
Menurut Novel dalam dokumen BAP tersebut, Miryam membenarkan keterangan seluruh saksi yang pada intinya menerima uang untuk dibagikan kepada anggota Komisi II DPR.
"Suasana pemeriksaan rileks dan cair, karena saudari Miryam menjelaskan dengan diselingi canda-tawa," kata jaksa KPK membacakan BAP Novel.
Namun dalam perjalanan sidang perkara korupsi e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto, Miryam justru mencabut seluruh keterangannya dalam BAP.
Miryam kemudian mengaku mendapat tekanan saat diperiksa penyidik KPK, sehingga memberikan keterangan secara terpaksa.
Pada Senin (16/10), Miryam diperiksa sebagai terdakwa kasus dugaan memberikan keterangan palsu dalam persidangan perkara korupsi e-KTP.
Dia mengakui memberikan keterangan soal adanya pemberian uang e-KTP, namun itu hanya sebatas karangan.
"Menerangkan tapi itukan karangan saya," kata Miryam.
Miryam mengklaim mencabut BAP karena kemauannya sendiri, tanpa adanya tekanan dari pihak lain. Dia menuding penyidikan uang dilakukan KPK tidak benar.
Miryam menyebut mendapat tekanan dan stres berat saat diperiksa, sehingga memberikan keterangan dengan asal bicara. Menurut dia, saat pemeriksaan, penyidik KPK juga terkesan mengarahkan dirinya.
“Karena saya rasa tertekan dan stress berat ya. Saya asal ngomong saja pengen cepat-cepat pulang. Udah dingin ruangannya kecil. Penyidiknya ngarahin, saksi lain sudah ngaku loh," ujarnya.
Miryam menjadi salah satu anggota DPR yang terbukti menerima uang sebesar US$1,2 juta dari proyek senilai Rp5,9 triliun itu.
Uang tersebut diterima Miryam dari mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri Sugiharto yang telah divonis bersalah.
Anggota DPR lainnya yang terbukti diuntungkan dalam proyek e-KTP yakni mantan Ketua DPR Ade Komarudin sebesar US$100 ribu atau sekitar Rp1 miliar.
Selain Ade, politikus Partai Golkar Markus Nari terbukti menerima US$400 ribu atau sekitar Rp4 miliar dan sudah ditetapkan tersangka e-KTP.