Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai kinerja aparat penegak hukum dalam memberantas korupsi belum optimal selama tiga tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK).
Hal itu diungkap ICW dalam konferensi pers 'Kinerja Pemberantasan Korupsi Tiga Tahun Pemerintahan Jokowi-JK' di kantornya, Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat (20/10).
Anggota Divisi Investigasi ICW Wana Alamsyah mengatakan, jumlah penanganan kasus korupsi tidak sebanding dengan jumlah kantor aparat penegak hukum yang tersebar di seluruh Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, jumlah kasus korupsi hanya menyentuh angka 1.306 kasus dengan total tersangka 3.018 orang. Total kerugian negara yang dihasilkan ratusan kasus korupsi itu hanya sebesar Rp7,8 miliar dan suap sebesar Rp717 miliar.
Padahal, lanjut dia, jumlah kantor aparat penegak hukum di bidang korupsi sekitar 500 hingga 700 unit.
"Berapa banyak aparat penegak hukum yang di daerah? Ada 500 sampai 700 kantor yang ada di seluruh Indonesia, artinya belum optimalnya penegakan hukum yang menyasar hukum penting," kata Wana.
Dia melanjutkan, ketidakoptimalan penanganan kasus korupsi selama tiga tahun Pemerintahan Jokowi-JK pun terlihat dari banyaknya kasus yang mangkrak alias belum tuntas hingga saat ini.
Wana mencontohkan, banyak kasus korupsi yang ditangani oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri belum tuntas hingga hari ini. Padahal, kasus-kasus tersebut telah ditingkatkan ke tahap penyidikan saat Komjen Budi Waseso masih menjabat sebagai Kabareskrim Polri pada 2015 silam.
"Kalau ingat Bareskrim Buwas (Budi Waseso) banyak kasus korupsi yang naik (penyidikan) tapi sampai saat ini bagaimana penegakannya, perlu dilihat dari putusan akhir," ucap dia.
Kinerja PrasetyoDari sekian lembaga penegak hukum, ICW menyebut Kejaksaan Agung di bawah M Prasetyo yang digarisbawahi. Wana menyebut kinerja Prasetyo sebagai Jaksa Agung dalam upaya pemberantasan korupsi jauh dari kata memuaskan.
 Jaksa Agung M Prasetyo. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono). |
Menurutnya, tujuh orang jaksa yang terjerat dalam kasus korupsi dan pungutan liar selama kepemimpinan Prasetyo menjadi bukti mantan politikus NasDem itu bermasalah dan tidak mampu mendorong perbaikan di Korps Adhyaksa.
"Ini menunjukkan sedikit banyak masalah leadership pada institusi Kejaksaan yang semestinya mampu mendorong perbaikan di internalnya," ucap Wana.
Dia pun menilai, Prasetyo terkesan tidak mendukung upaya bersih-bersih jaksa bermasalah yang dilakukan oleh KPK. Hal itu terlihat dari pernyataan Prasetyo usai salah satu jaksa kena OTT KPK beberapa bulan lalu.
Prasetyo menyebut penangkapan anak buahnya oleh KPK itu hanya recehan. Kata Wana, Prasetyo juga pernah mengatakan bahwa OTT KPK hanya mengundang kegaduhan.
"Itu bisa dilihat dari pernyataannya yang defensif dan menyerang manakala ada oknum Jaksa yang terciduk oleh KPK," kata Wana.
Kasus Novel LambanDi tempat yang sama, Kepala Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Lola Ester menambahkan lambannya penanganan kasus teror penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan turut menjadi indikator pemberantasan korupsi yang tidak optimal selama tiga tahun Pemerintahan Jokowi-JK.
Menurutnya, penanganan kasus teror terhadap Novel juga menjadi salah satu bentuk upaya pelemahan terhadap KPK.
"Pelemahan terhadap KPK dalam berbagai bentuk baik secara isntitusi maupun personal terus saja terjadi, salah satunya adalah penyerangan terhadap Novel," ujar dia.
Dia menambahkan, hal ini diperburuk dengan langkah Jokowi yang terlihat tidak memberikan dukungan dengan membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF).