Jakarta, CNN Indonesia -- Alih-alih memakai cara militer, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengajak negara-negara di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) untuk lebih mengedepankan pendekatan lunak (
soft power) dalam mengatasi masalah terorisme dan radikalisme.
Direktur Regional dan Multilateral BNPT Andhika Chrisnayudhanto mengatakan, negara-negara di kawasan ASEAN dapat meniru langkah yang dilakukan Pemerintah Indonesia yang memilih melakukan metode pencegahan, seperti deradikalisasi, daripada pengerahan kekuatan militer.
"Misalnya lebih apa yang dilakukan seperti BNPT, melakukan pencegahan daripada fokus pada penindakan atau menggunakan
military force. Kalau
soft power, kami melakukan program deradikalisasi," ucap Andhika, saat menjadi pembicara di acara
Conference on Indonesian Foreign Policy (CIFP) 2017, di The Kasablanka, Jakarta Selatan, Sabtu (21/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia meyakini, negara-negara di kawasan ASEAN dapat melakukan hal ini. Menurutnya, pendekatan dengan mengedepankan aspek pencegahan ini juga lebih sesuai dengan dunia internasional pada saat ini.
“
Soft power ini lebih daripada daerah zona merah. Yang ini kita harus lakukan dan ASEAN bisa melakukannya. Ini sesuai perkembangan dunia internasinal sekarang,” kata Andhika.
Dia menambahkan, pendekatan lunak ini akan menghadirkan kesetaran dan keadilan di tengah masyarakat.
Pendekatan sejenis dikemukakan oleh Ketua BNPT Komjen Suhardi Alius kepada Pemerintah Jerman saat bicara tentang fenomena
Foreign Terrorist Fighter (FTF) di Indonesia.
Pertemuan tersebut digelar di kantor Bundeskriminalamt/BKA (The Federal Criminal Police Office of Germany), Wiesbaden, Jerman, Kamis (19/10) malam. Instansi yang hadir adalah Kementerian Dalam Negeri Jerman, Kementerian Luar Negeri Jerman, Bundeskriminalamt/BKA, serta Lembaga Swadaya Masyarakat (BAHIRA Advice Centre).
Kepada instansi-instansi itu, Suhardi, alumnus Akpol 1985, menyampaikan pentingnya keseimbangan penggunaan pola pendekatan keras dan pendekatan lunak dalam penanggulangan terorisme.
"Terlebih dalam pendekatan lunak. Indonesia relatif berhasil dalam program deradikalisasi, di mana teroris yang telah menjalani masa hukuman dari sebanyak 560 orang hanya tiga orang yang kembali melakukan tindakan terorisme," paparnya.
Program kontraradikalisasi BNPT ini, lanjutnya, mengikutsertakan unsur masyarakat mulai dari pemuda, warganet, hingga mantan aktivis teroris. "Ini menjadi program unggulan nasional dan juga berjalan efektif," aku mantan Kadiv Humas Polri ini.
Wakil Presiden Bundeskriminalamt Peter Henzler menyampaikan ketertarikan untuk mempelajari lebih intensif hal itu melalui kunjungan balasan yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat.
"Kebijakan BNPT sangat komprehensif dan kami berminat untuk melihat secara langsung implementasi kebijakan yang dilakukan BNPT khususnya mengenai pendekatan lunak," ujar Peter Henzler.
Dalam pertemuan tersebut, Kepala BNPT didampingi Direktur Deradikalisasi BNPT Irfan Idris dan Kasubdit Amerika Eropa Wandi Andrianto Syamsu. Turut serta dalam delegasi Indonesia tersebut, Direktur Center for the Study of Religion and Culture (CSRC) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Irfan Abubakar.
Duta Besar Indonesia untuk Jerman Fauzi Bowo beserta staf Kedubes RI di Jerman juga mendampingi Kepala BNPT dan rombongan selama berada di Jerman.
(arh/arh)