Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo tampaknya mulai serius mendekati para pemegang hak pilih jelang memasuki tahun 2018. Pendekatan dilakukan untuk mengamankan posisinya pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
Gerak Jokowi mendekati pemilih terlihat dari tingginya intensitas kunjungannya ke beberapa daerah. Sejak Agustus lalu, Jokowi rajin blusukan ke berbagai daerah seperti Kabupaten Jember, Bali, Solo, Kota Sukabumi, Kabupaten Garut, Kota Semarang, Kota Bandung, dan Kalimantan Utara.
Tak jarang dalam kunjungannya ke daerah Jokowi mendatangi pondok-pondok pesantren. Ia juga kerap berinteraksi langsung dengan masyarakat, seperti terlihat saat ia mendatangi posko pengungsian Gunung Agung di Bali.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Abdul Gaffar Karim melihat pergerakan Jokowi adalah salah satu upaya untuk mengamankan elektabilitas. Meski 2018 belum dimulai, Jokowi dianggap telah mulai mendekati suara dari para pemilih.
Dua kalangan yang dianggap coba didekati kembali Jokowi adalah masyarakat Nadhlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Khusus untuk masyarakat NU, Jokowi disebut hanya perlu menjaga penerimaan mereka terhadap sosok sang presiden.
 Jokowi giat menggelar kunjungan kerja ke daerah. Hal ini dinilai upaya untuk meningkatkan elektabiitas. (Dok. CNN Indonesia TV) |
"Para pemilih sosiologis harus terus digarap dan dikelola dengan isu yang tepat dari sekarang. Secara sosiologis, kedua kelompok (NU dan masyarakat Jawa) ini adalah pendukung penting di Pilpres 2014," kata Gaffar kepada CNNIndonesia.com, Selasa (24/10).
Dalam ilmu politik dikenal tiga jenis pemilih yang ditemukan saat pemilihan, yakni pemilih ideologis, sosiologis, dan pragmatis. Jokowi sebagai petahana dianggap perlu mengamankan suara dari ketiga jenis pemilih itu.
Menurut Gaffar, suara Jokowi dijamin aman dari kalangan pemilih ideologis. Sementara, pemilih sosiologis perlu didekati intensif mulai saat ini.
"Sekarang Jokowi mulai mencoba mengamankan para pemilih sosiologis di Muhammadiyah, dengan merangkul tokoh-tokoh inti dari kalangan Muhammadiyah dan mengunjungi basis-basis Muhammadiyah," katanya.
Langkah Jokowi mendekati pemilih dari kalangan Muhammadiyah terlihat saat ia mengangkat Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia Siradjudin (Din) Syamsuddin sebagai utusan khusus untuk dialog dan kerja sama antaragama dan peradaban.
Ia beralasan, penunjukkan dilakukan sebab Din telah mempromosikan kerukunan beragama di Indonesia kepada dunia selaku Presiden Konferensi Asia dan Dunia untuk Perdamaian dan Agama. Namun, Gaffar menganggap penunjukkan Din tak bisa dilepaskan dari faktor pendekatan Jokowi ke kalangan Muhammadiyah.
"Sejauh Jokowi bisa memberikan 'konsesi' yang pas untuk kedua kelompok tanpa saling meniadakan, saya rasa dukungan dari Muhammadiyah tak akan mempengaruhi dukungan dari NU," tuturnya.
Terakhir, mantan Gubernur DKI Jakarta itu disebut baru akan mendekati pemilih pragmatis jelang dimulainya tahapan Pilpres 2019.
Kelompok pemilih terebut akan didekati Jokowi dengan menggarap isu-isu pragmatis jangka pendek. Para pemilih pragmatis disebut banyak berasal dari pemilih muda. Namun itu tetap bergantung pada capaian-capaian Jokowi setidaknya sampai 2018 mendatang.
"Yang khas incumbent adalah capaian pembangunan. Jadi ini sangat tergantung kondisi 2018," katanya.