Jakarta, CNN Indonesia -- Kapolri Jenderal Tito Karnavian menjelaskan, Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) yang diusulkan pembentukannya bukan merupakan lembaga baru di luar institusi kepolisian.
"Ini bukan lembaga baru. Ini yang salah kaprah dari teman-teman media bahwa ini lembaga baru, bukan. Ini hanya peningkatan eselon saja di dalam Polri," kata Tito usai rapat gabungan di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (24/10).
Menurut Tito, Densus Tipikor tidak akan mengganggu kewenangan institusi lain, baik Kejaksaan Agung maupun KPK yang juga menangani pemberantasan korupsi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tito menjelaskan, pembentukan Densus Tipikor sama halnya dengan perubahan nama Direktorat Lalu Lintas menjadi Korps Lalu Lintas Polri maupun perubahan dari Direktorat Anti-Teror menjadi Densus 88 Anti-Teror.
"Densus 88 sekarang bintang dua (pangkat), dulu bintang satu namanya Direktorat Anti-Teror," katanya.
Begitu pula dengan Densus Tipikor, kata Tito, bukan lembaga baru di luar kepolisian. Dia mengatakan, Densus Tipikor merupakan perubahan nama dari Direktorat Tindak Pidana Korupsi.
"Ini hanya peningkatan eselon agar koordinasinya lebih baik, kinerjanya lebih baik dan seterusnya. Itu sebetulnya yang diharapkan dari Polri," kata Tito.
Anggaran Masuk ke PolriTito mengatakan, anggaran Densus Tipikor sebesar Rp2,6 triliun sudah masuk anggaran Polri 2018.
Dari jumlah itu anggaran dibagi tiga bagian yaitu belanja pegawai, modal, dan barang. Tito menjelaskan, untuk memenuhi kebutuhan belanja pegawai yang mencapai 3.560 personel dibutuhkan sekitar Rp786 miliar.
"Ini kembali kepada kesejahteraan anggota, sehingga konsep kami dari Polri agar anggota-anggota ini diberikan tunjangan kinerja yang sama dengan KPK, kira-kira begitu sehingga ketemu angka Rp700-an miliar," katanya.
Sementara untuk belanja barang, Tito mengatakan, pihaknya menyiapkan Rp300 miliar untuk menjalankan proses penanganan tindak pidana korupsi seperti penyelidikan dan penyidikan.
"Supaya tidak terjadi penyimpangan, harus nyari ke sana kemari kalau kurang," ujarnya.
Terakhir, untuk belanja modal, Tito mengatakan dibutuhkan sekitar Rp1,55 triliun untuk pengadaan kantor satuan tugas di tingkat daerah, alat penyelidikan, penyidikan dan membuat sistem.
"Kalau mau dibangun satgas-satgas wilayah dengan gedung-gedungnya, idealnya segitu. Itu pun bertahap sampai 2020 selama 3 tahun," kata dia.
Namun di antara tiga bagian itu, Tito menilai anggaran biaya pegawai atau gaji dan biaya operasional merupakan hal urgen untuk dipenuhi dan tidak dapat ditunda.
"Itu sebenarnya sudah masuk dalam anggaran Polri, sudah ada. Sekali lagi, kalau ada rencana pembentukan Densus Tipikor, ini lebih didorong dari keinginan agar Polri lebih berkontribusi maksimal dalam penanganan korupsi," katanya.