Jakarta, CNN Indonesia -- Parmin (39) tengah membuat gantungan untuk pot tanaman dari kawat saat ditemui CNNIndonesia.com di kediamannya kemarin. Dia tampak ramah. Tiada kesan curiga di wajahnya saat ditanyai beberapa hal oleh orang yang belum kenal sebelumnya.
Parmin adalah warga Kampung Melayu Kecil I RT 03 / RW 11 Bukit Duri, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan. Dia mengontrak di sana sejak tempat tinggalnya yang lama digusur Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 2016 lalu. Parmin menolak tinggal di Rusun Rawa Bebek yang disediakan Pemprov DKI Jakarta sebagai relokasi.
Sejak dulu, Parmin mengais rezeki dari warung kopi kecil miliknya. Warung itu berlokasi di tepi jalan berbeton tebal nan gersang yang dulu merupakan permukiman warga sebelum penggusuran terjadi. Kopi, es teh manis, mi rebus, dan mi goreng yang biasa dipesan pengunjung di warungnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Parmin termasuk dari 93 warga yang mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 10 Mei 2016 lalu. Dia dan warga Bukit Duri lainnya menggugat Pemprov DKI Jakarta yang menggusur tanpa memberi uang ganti rugi sepeser pun.
Setelah PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatan warga Bukit Duri pada Rabu lalu (25/10), Parmin mengaku bahagia. Senyumnya terus mengembang di bibir. Mimik rasa bahagia itu benar-benar tak bisa disembunyikan Parmin atas 'kemenangan' ini.
Bagaimana tidak, selama setahun lima bulan dia dan warga Bukit Duri menjalani proses hukum untuk meminta keadilan. Wajar dia begitu senang ketika Majelis Hakim memerintahkan Pemprov DKI Jakarta membayar ganti rugi sebesar Rp200 juta kepada para penggugat.
"Alhamdulilah, kami semua senang dengan hasil keputusan sidang. Majelis hakim mengabulkan warga yang menggugat," ucap Parmin di depan warung kopi miliknya.
Meski begitu, Parmin belum memiliki rencana jika Pemprov DKI Jakarta langsung memberikan uang ganti rugi kepadanya. Dia ingin membicarakan itu bersama warga lain dan dengan Yayasan Ciliwung Merdeka yang selama ini mengoordinir sekaligus menyiapkan tim kuasa hukum untuk warga.
Parmin hanya berharap Gubernur DKI Jakarta yang baru, Anies Baswedan tidak mengajukan banding atas putusan Majelis Hakim PN Jakarta Pusat. Parmin seolah lelah dengan proses hukum yang selama ini telah dijalani. Dia tidak ingin Pemprov DKI Jakarta mengajukan banding karena hanya akan membuat proses hukum kembali berlanjut.
"Harapannya sebagai warga Bukit Duri dan sebagai penggugat, Bapak Gubernur segera merealisasikan tuntutan kami," kata Parmin.
Tak Tinggalkan TugasDari sini CNNIndonesia.com kemudian berkunjung ke kantor Yayasan Ciliwung Merdeka yang bertempat di Jalan Kebon Pala II, Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur. Berdasarkan informasi warga sekitar, di sana sering ada warga penggugat yang berkumpul.
CNNIndonesia.com bertemu dengan Mulyadi (45). Ia terlihat ramah dan hangat menyambut kedatangan wartawan.
 Penertiban kawasan Bukit Duri pada 2016 lalu. (CNN Indonesia/Hesti Rika Pratiwi). |
Mulyadi adalah Ketua RT 06 / RW 12 Bukit Duri. Seperti halnya Parmin, Mulyadi juga korban penggusuran. Rumanya luluh lantak oleh alat berat yang menggusur pada 2016 lalu. Kini dia tinggal di rumah kontrakan yang berlokasi di Kampung Melayu Kecil Nomor 8, RT 03 / RW 10, Bukit Duri. Tidak begitu jauh dari tempat tinggalnya yang lama.
Mulyadi sudah tahu tentang kabar PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatan warga Bukit Duri. Mulyadi termasuk dalam daftar 93 penggugat. Karenanya, dia pun berhak menerima ganti rugi materil sebesar Rp200 juta seperti yang diucapkan Majelis Hakim pada sidang putusan.
"Puji syukur kepada Allah. Usaha warga selama ini enggak sia-sia," kata Mulyadi penuh haru.
Mulyadi mengaku telah tinggal di Bukit Duri sejak tahun 1973. Bahkan, leluhur Mulyadi juga telah ditinggal di sana sejak 1930-an. Dia mengaku sangat terharu ketika tahu bahwa PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatan warga.
Mulyadi kemudian menceritakan bagaimana dia menyambung hidup. Dia mengatakan bebannya semakin berat setelah tempat tinggalnya digusur 2016 lalu. Mulyadi mengaku sudah dua bulan menunggak kontrakan seharga Rp600 ribu per bulan.
Mulyadi sendiri bekerja di Pasar Jatinegara. Bukan berdagang, dia membantu pengelola mengatur pedagang yang ada di sana. Pendapatannya sungguh kecil. Dia enggan menyebut berapa upah yang diterima per hari. Mulyadi hanya mengatakan bahwa mendapat Rp50 ribu sehari saja sudah sangat berarti.
"Berusaha keras di bawa santai saja, karena saya tahu banyak juga yang lebih susah," kata Mulyadi.
Di balik kesulitan menyambung hidup, ternyata Mulyadi selaku Ketua RT tak meninggalkan atau lalai meninggalkan tugasnya itu. Wajar sikap Mulyadi itu menimbulkan kekaguman dari warga, apalagi dia rela menjalaninya tanpa lagi mendapat uang operasional dari Kelurahan Bukit Duri.
"Saya hanya ingin bertanggung jawab atas kepercayaan yang sudah diberikan. Saya menjabat sebagai ketua RT sejak 2004. Periode ini berakhir tahun 2019," kata Mulyadi.
Dia mengaku masih melayani warga yang ingin membuat KTP elektronik atau pun hal lain yang membutuhkan surat pengantar dan cap Ketua RT.
Dia lalu memperlihatkan berkas-berkas yang mesti diajukan ke kantor Kelurahan Bukit Duri. Dia melakukan itu untuk menegaskan bahwa dirinya tidak berbohong soal melayani warga ini.
 Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berfoto bersama warga Bukti Duri. (CNN Indonesia/Tiara Sutari) |
Harapan untuk AniesMengenai uang ganti rugi yang berhak diperolehnya, Mulyadi enggan bicara banyak. Dia mengaku belum memiliki rencana apa pun. Dia juga ingin para penggugat melakukan musyawarah kembali mengenai uang ganti rugi yang kini telah menjadi hak warga. Musyawarah tentu mesti melibatkan Yayasan Ciliwung Merdeka.
Secara pribadi, Mulyadi ingin Pemprov DKI Jakarta tidak memberikan uang seperti yang disebutkan dalam putusan Majelis Haki PN Jakarta Pusat. Alangkah lebih baik apabila Gubernur Jakarta membangun permukiman bagi para penggugat. Permukiman itu juga harus berlokasi di kawasan Bukit Duri, karena warga tidak bisa tinggal jauh dari tempat kerjanya.
"Di Jakarta uang Rp200 juta untuk apa? Saya serahin ke Yayasan Ciliwung Merdeka. Kami sih minta dibangun lahan permukiman kembali," kata Mulyadi.
Mulyadi mengatakan permintaannya itu tidak muluk. Menurut Mulyadi, Gubernur Anies Baswedan pernah mengatakan bakal berpihak kepada warga Bukit Duri yang terkena penggusuran. Janji Anies itu dinilai dapat direalisasikan dengan membangun permukiman kepada warga.
Mulyadi juga sudah membaca berita tentang Anies yang tidak berencana mengajukan banding. Hal itu, membuat warga semakin bahagia. Dia berharap Anies memegang ucapannya agar kebahagiaan warga tidak langsung pupus begitu saja.
"Namanya pemimpin itu apa yang diucapkan harus dijalankan. Jangan ngomong tapi tiba-tiba melenceng pelaksanaannya," ujar ayah tiga anak itu.
Jika memang tak ada banding, maka kini warga Bukit Duri tinggal menunggu proses eksekusi dari jaksa agar Pemprov DKI menjalankan sebagaimana putusan hakim.