Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mendadak menyambangi Istana Merdeka, Jumat (27/10). Maklum, jadwal resmi kepresidenan tidak mencantumkan agenda tersebut. Wajar jika ada pertanyaan soal maksud kedatangan SBY itu. Terutama terkait agenda politik SBY.
Kesan mendadak diperkuat dengan kepergian SBY dari Istana Merdeka yang diam-diam. Dia tidak memberikan penjelasan soal maksud dan tujuan kedatangannya itu kepada wartawan.
Namun, menurut Menteri Sekretaris Negara Pratikno, pertemuan tersebut sebenarnya sudah direncanakan sejak lama. Perencanaannya, kata dia, bermula dari pengiriman pesan singkat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) kepada dirinya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memungkinkan Pak Presiden dengan bapak (SBY) pertemuan?' Terus saya lapor Pak Presiden. Kata Pak Presiden 'oh ya sudah diatur saja'," ujar Pratikno, menirukan percakapannya dengan AHY dan Jokowi, saat ditemui di Istana Kepresidenan Bogor, Sabtu (28/10).
Pertemuannya membahas sejumlah hal. Di antaranya, perkembangan terkini terkait situasi politik, sosial, hukum, dan ekonomi nasional. Selain itu, adapula pembahasan soal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas) yang sudah disahkan menjadi UU Ormas oleh DPR.
“Pertemuan ini antara dua tokoh. Tidak ada yang mendampingi. Pertemuan santai dan akrab,” tutur Pratikno, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (27/10).
 Presiden Jokowi dan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono saat berbincang di Istana Merdeka, Jumat (27/10). ( Foto: CNN Indonesia/Christie Stefanie) |
Demokrat pun mengonfirmasi bahwa isi pembicaraan SBY dengan Jokowi adalah tentang UU Ormas, kondisi terkini, dan masa depan bangsa.
Pengamat politik Universitas Islam Negeri Jakarta Syarif Hidayatullah Adi Prayitno menduga kedatangan SBY ke Istana Merdeka merupakan bagian dari misi politik SBY. Bagaimana tidak, kedatangan SBY hanya selang beberapa hari setelah Fraksi Partai Demokrat di DPR mendukung Perppu Ormas untuk disahkan menjadi undang-undang.
“Ya, meski mendukung dengan memberi catatan untuk direvisi, tetap saja mendukung,” kata Adi, saat berbincang dengan CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Minggu malam (29/10).
Adi menduga SBY tidak hanya menjalankan misi demi kepentingan partai semata, tetapi juga demi popularitas anaknya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Menurut Adi, SBY tengah berupaya melobi Jokowi agar memberikan pekerjaan kepada anaknya di lingkungan pemerintahan. Imbalannya, Jokowi akan mendapat dukungan dari Demokrat.
Menurut dia, popularitas AHY masih cukup tinggi pasca-Pilkada Jakarta 2017 lalu. Hal tersebut sejalan dengan sejumlah hasil survei mengenai elektabilitas tokoh-tokoh nasional.
Jika tak segera diberi panggung, nama AHY akan tenggelam dengan sendirinya. Karena itulah, SBY berusaha mendekati Jokowi agar mendapatkan posisi bagi AHY di Pemerintahan. Bentuknya, kemungkinan posisi Menteri.
Posisi itu disebutnya sebagai panggung yang tepat demi memelihara popularitas AHY atau bahkan mengereknya dalam dua tahun ke depan atau pada saat Pilpres 2019. “Kalau tidak punya panggung untuk membuktikan kualitas dan kinerjanya, AHY enggak akan punya daya tawar untuk ikut di Pilpres 2019 nanti,” kata Adi.
 Putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming, saat bertemu Putra Presiden RI ke-6 SBY, Agus Harimurti Yudhoyono di Istana, beberapa waktu lalu. (Foto: CNN Indonesia/Christie Stefanie) |
Jika asumsinya mengenai misi SBY itu tepat, Adi menduga AHY bakal ditempatkan di posisi Menteri Pemuda dan Olahraga. Terlebih, menteri saat ini, Imam Nahrawi, kinerjanya cenderung kurang memuaskan selama menduduki posisi tersebut.
Strategi ini disebutnya sangat bagus ketimbang Demokrat hanya mengandalkan suara yang didapat partai untuk memajukan AHY di Pilpres 2019 mendatang.
“Kalau jadi mentri, AHY bisa menjadi
rising star berkat kualitas atas kinerjanya. Bukan karena nama besar keluarganya,” tutur Adi.
Adi lalu mengatakan bahwa Jokowi pun mesti hati-hati jika ingin meminang AHY menjadi Menteri. Ada potensi buah simalakama bagi Jokowi.
Ini tak lepas dari pembelajaran atas sejarah Partai Demokrat yang dibentuk SBY setelah kursinya di kabinet dicopot oleh Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri.
Kala itu, SBY mendirikan Partai Demokrat lalu menjadi penantang Megawati pada pilpres 2004. Keduanya sama-sama menjadi calon presiden. Megawati, yang sebelumnya atasan SBY, ternyata harus mengakui kekalahan atas menterinya itu. SBY kemudian menjadi presiden selama dua periode karena kembali menang di Pilpres 2009.
Kembali ke soal AHY, ada potensi Demokrat mengusungnya sebagai calon untuk menantang Jokowi pada Pilpres 2019. “Jangan sampai Jokowi malah memelihara macan. Jokowi harus mengantisipasi itu,” tutup Adi.
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Sjarifuddin Hasan sementara itu menegaskan partainya tak bakal masuk dalam kabinet dibawah kepemimpinan Jokowi.
“Demokrat tetap penyeimbang, karena kami kan dari dulu komit, lebih bagus sebagai penyeimbang. Itu akan lebih bagus bagi pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla. Kami kan tetap memberikan masukan,” kata Sjarif di DPP Demokrat, Jakarta Pusat, Senin (30/10).
Sjarif mengaku belum tahu apa yang dibicarakan dalam pertemuan Jokowi dengan SBY. Ia ingin mendengar penjelasan langsung dari SBY.
“Tentunya kan ini intensitas politik lemah, tinggi. Sesuatu yang belum jelas sebaiknya diperjelas dulu. Sesuatu yang sebenarnya sudah jelas tidak usah dipersoalkan,” kata Sjarif.
Selain SBY yang bertemu dengan Jokowi, AHY juga diketahui bertemu dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla di Makassar, Sabtu (28/10). Agus datang seorang diri ke kediaman orang yang pernah mendapingi ayahnya memimpin Indonesia.
Awak media bertanya apakah ada pembahasan AHY akan menjadi menteri di masa kepemimpinan Jokowi-JK. Namun Sjarif hanya menjawab dengan singkat.
“Enggak-enggak, belum terpikirkan,” kata Sjarif.