Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY mengusulkan kepada Pemerintah untuk merevisi tiga pasal dalam Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas). Baginya, Pemerintah harus menerapkan azas keadilan kepada semua pihak, dan tak mengganggap Ormas sebagai ancaman.
"Ormas tidak tepat kalau diposisikan sebagai ancaman semata kepada keamanan negara dan keselamatan masyarakat. Jangan kita memposisikan (Ormas sebagai) kelompok dan organisasi teroris atau mereka yang melanggar hukum. Tidak begitu cara pandang negara terhadap Ormas,” cetus SBY, di kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Senin (30/10).
Karena itu, pihaknya mengusulkan tiga pokok perubahan UU Ormas agar lebih berkeadilan. Usulan perubahan pertama, kata SBY, adalah pasal mengenai sanksi terhadap Ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan pihak yang berhak menafsirkan Ormas yang dianggap bertentangan dengan Pancasila. Ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 59.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Setelah baca pasal itu, Partai Demokrat ingatkan tidak boleh dalam menetapkan Ormas yang bertentangan dengan Pancasila secara sepihak. Apalagi kalau sifatnya politis dan bukan merujuk hukum,” kata SBY.
Usulan perubahan kedua, lanjutnya, adalah Pasal 82A mengenai ancaman hukum pidana dan subjek hukum bagi anggota Ormas yang melanggar aturan. Dalam pasal itu disebutkan, setiap orang yang menjadi anggota dan atau pengurus Ormas bisa diberikan hukuman paling singkat enam bulan dan paling lama seumur hidup.
“Partai Demokrat berpendapat, sanksi tidak boleh melampaui batas karena tidak adil dan juga harus adil siapa yang dijatuhkan alias siapa yang bersalah. Jangan sampai ada kesalahan UU, karena kesalahan pengurus, Ormas dibubarkan dan semua anggota (sebanyak) dua juta-tiga juta (orang) dihukum. Bayangkan kalau hukuman seumur hidup, ini tentu sangat tidak adil,” cetus SBY, yang juga Presiden RI ke-5 ini.
Usulan perubahan ketiga, lanjutnya, adalah pasal 62 tentang proses pembubaran bagi Ormas yang melanggar aturan yang dilakukan tanpa proses pengadilan. Aturan ini menyebutkan bahwa Ormas yang melanggar hanya diberikan sekali peringatan dalam jangka waktu tujuh hari sebelum dijatuhkannya sanksi penghentian kegiatan.
 Peserta Aksi 2410 berunjuk rasa menolak Perppu Ormas di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (24/10). ( Foto: CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Partai Demokrat, lanjut SBY, tidak keberatan dengan pemangkasan prosedur pembubaran Ormas selama ada alasan dan bukti kuat.
“Tapi kalau dibubarkan selamanya, tetap butuh proses hukum yang akuntabel. Kalau proses hukum terlalu lama, dalam UU bisa disederhakan. Tapi tidak boleh menghilangkan akuntabilitas hukum,” jelas dia.
Hingga saat ini, finalisasi usulan revisi UU Ormas versi Partai demokrat sudah mencapai 90 persen. “InsyaAllah satu dua jam akan kita finalkan, tuntaskan. Insya Allah hari ini atau paling lambat besok pagi, usulan resmi akan kami sampaikan pada pemerintah dan DPR,” kata SBY.
Menurutnya, paradigma UU Ormas seharusnya memposisikan Ormas sebagai komponen bangsa, sebagai mitra negara atau pemerintah, bukan sebagai ancaman. Hal itu didasarkan atas Pembukaan UUD 45, UUD 45, Pancasila.
Terpisah, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly menyatakan, Pemerintah terbuka dengan usulan revisi UU Ormas. "Tentunya terbuka dengan revisi yang kita sepakati bersama," kata dia, di kantornya, di Jakarta.
Tentang perubahan pasal-pasalnya, Yasonna menyebut pemerintah bakal melihat poin-poin revisi UU Ormas yang nantinya diusulkan sejumlah pihak, termasuk dari Fraksi di DPR. Dia pun mengajak semua pihak untuk berdikusi tanpa kegaduhan.
"Poin-poin mana yang diinginkan teman-teman, kita lihat, kita duduk bersama saja. Enggak perlu hura-hura, duduk (bersama). Bangsa ini kan milik kita bersama," ujarnya.
Meski ada catatan dari beberapa fraksi, Yasonna menyebut, pada prinsipnya semua pihak sepakat tentang ideologi negara yang tidak boleh diganggu gugat. Termasuk, ideologi yang dianut oleh ormas.
"Yang pasti kesepakatan kita sudah firm soal ideologi negara," kata dia.
Sementara itu, Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra mengatakan, salah satu poin krusial di UU Ormas yang harus direvisi adalah Pasal 59 ayat (4).
Pada pasal itu tertuang tentang larangan Ormas menggunakan lambang gerakan separatis atau organisasi terlarang, melakukan kegiatan separatis yang mengancam keutuhan Indonesia serta menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.
Selain itu, Yusril juga menyoroti UU Ormas yang menghapus kewenangan pengadilan untuk menilai apakah Ormas yang dijatuhkan sanksi pemerintah benar-benar mengembangkan atau mengajarkan paham yang bertentangan dengan Pancasila.
"Peniadaan dari kewenangan pengadilan untuk menilai apakah betul satu ormas itu mengembangkan atau mengajarkan menganut paham bertentangan Pancasila atau tidak. Itu yang paling penting," tutupnya.