Jakarta, CNN Indonesia -- KPK menggelar rapat bersama jajaran Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI untuk menghadapi gugatan praperadilan Direktur Utama PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh, yang merupakan tersangka kasus korupsi pembelian helikopter Augusta Westland (AW) 101 milik TNI Angkatan Udara.
"Hari ini tim Biro Hukum melakukan koordinasi dengan para penyidik POM TNI untuk hadapi dan siapkan praperadilan yang diajukan IKS (Irfan Kurnia Saleh) dalam kasus Heli AW-101," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, saat dikonfirmasi, Selasa (31/10).
Sidang perdana praperadilan Irfan melawan KPK digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (3/10). Sidang perdananya sudah digelar pada 20 Oktober 2017. Sidang kemudiain ditunda hingga dua pekan lantaran KPK masih perlu mempersiapkan sejumlah berkas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Febri melanjutkan, koordinasi yang dilakukan KPK dengan Puspom TNI ini merupakan bentuk penguatan dalam pemberantasan korupsi yang dilakukan lintas instansi. Terlebih ada komitmen dari Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo untuk melakukan pembenahan di tubuh TNI.
"Dari TNI dihadiri sejumlah Penyidik POM TNI," tutur Febri.
Dari pengamatan
CNNIndonesia.com, terlihat sejumlah anggota TNI berseragam militer masuk ke dalam Gedung KPK. Ada juga anggota TNI yang menunggu di lobi markas pemberantasan korupsi.
Dugaan korupsi pembelian heli AW-101 terbongkar lewat kerja sama antara TNI dan KPK. Sudah ada lima tersangka yang ditetapkan terkait kasus ini, yakni empat dari unsur militer dan satu merupakan sipil yang merupakan pengusaha.
Tersangka dari unsur militer antara lain Wakil Gubernur Akademi Angkatan Udara Marsekal Pertama Fachri Adamy dalam kapasitas sebagai pejabat pembuat komitmen atau Kepala Staf Pengadaan TNI AU 2016-2017, Letnan Kolonel TNI AU (Adm) berinisial WW selaku Pejabat Pemegang Kas, Pembantu Letnan Dua berinsial SS selaku staf Pekas, dan Kolonel FTS selaku Kepala Unit Layanan Pengadaan.
Sementara itu, tersangka baru dari unsur sipil yang ditetapkan KPK adalah Irfan Kurnia Saleh.
TNI AU membeli helikopter itu lewat PT Diratama Jaya Mandiri. Perusahaan ini diduga melakukan kontrak langsung dengan produsen helikopter AW-101 senilai Rp514 miliar. Namun, PT Diratama Jaya Mandiri menaikkan nilai kontraknya menjadi Rp738 miliar pada saat penandatanganan kontrak dengan TNI AU, pada Februari 2016.
Puspom sendiri sudah memblokir rekening PT Diratama Jaya Mandiri sebesar Rp139 miliar.