Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik mengaku ditanya penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seputar peran PT Agung Podomoro Land dan PT Agung Sedayu Group, dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta atau Raperda Reklamasi.
Pemanggilan Taufik merupakan bagian dari upaya KPK untuk terus mengumpulkan bukti-bukti dalam penyelidikan korupsi yang melibatkan korporasi dalam perkara suap pembahasan Raperda Reklamasi.
"Iya, dua (perusahaan) itu (PT Agung Podomoro Land dan PT Agung Sedayu Group) ditanya. Kaitannya dengan pulau G dan pulau D," kata Taufik usai dimintai keterangannya, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (31/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
PT Agung Podomoro Land, lewat anak usahanya PT Muara Wisesa Samudera membangun Pulau G. Sementara PT Agung Sedayu Gruop, lewat anak usahanya PT Kapuk Naga Indah membangun Pulau A sampai E --baru pulau C dan D yang sudah terbentuk.
Taufik mengatakan, ada sekitar 12 pertanyaan yang dilontarkan penyelidik KPK pada permintaan keterangan ini. Pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan fokus pada masalah korporasi dalam kasus suap yang telah menjerat adiknya, mantan anggota DPRD DKI Mohamad Sanusi.
"Itu sih selintas aja (soal suap mantan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja), prinsipnya itu kan sudah selesai. Yang paling (banyak) dengan korporasi," tuturnya.
Taufik tak menjawab tegas saat disinggung pertemuan dirinya dan sejumlah anggota DPRD DKI, di antaranya Ketua DPRD DKI Prasetyo Edy Marsudi, Sanusi hingga Mohamad (Ongen) Sangaji, di rumah Bos PT Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan.
Menurut Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta itu, persoalan pertemuan di rumah Aguan tersebut telah dijawab dalam pemeriksaan sebelumnya, saat penyidikan kasus suap Sanusi dan mantan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja.
"Yah, itu kan sudah dijawab yang lama. Ini soal keluar-keluarnya izin," tuturnya.
Taufik juga mengaku ditanya soal Peraturan Gubernur Nomor 137 Tahun 2017 tentang Panduan Rancang Kota (PRK) Pulau G Hasil Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Pergub tersebut, kata Taufik diteken mantan Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat.
"Pulau G kan sudah keluar soal panduan, namanya panduan PRK. Itu yang dipertanyakan. Kita kan enggak tahu. Itu kan Pergub, Pergub zaman pak Djarot," tuturnya.
Bangunan di Pulau ReklamasiDi samping itu, menurut Taufik, penyelidik KPK menanyakan soal bangunan yang sudah berdiri di pulau reklamasi (Pulau C dan D), apakah melanggar aturan atau tidak.
Taufik menyatakan, bangunan yang berdiri di pulau buatan itu harus mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Sementara itu, IMB baru bisa dikeluarkan setelah Raperda Reklamasi, --yang masih mandek di DPRD DKI Jakarta, disahkan.
"Tadi ditanya ke saya, apakah bangunan yang sudah ada itu melanggar atau enggak. Saya bilang bangunan itu harus ada IMB-nya," ujarnya.
Selain Taufik, penyelidik KPK sebelumnya telah meminta keterangan Sekretaris Daerah Pemprov DKI Jakarta Saefullah, Kepala Biro Tata Kota dan Lingkungan Hidup Sekretaris Daerah DKI Jakarta Vera Revina Sari serta Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DKI Jakarta Tuty Kusumawati.
Nama Taufik muncul dalam surat dakwaan Ariesman Widjaja. Dalam dakwaan tersebut, Taufik disebut hadir dalam pertemuan dengan Bos Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan pada pertengahan Desember 2015 di Taman Golf Timur II Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.
Anggota dewan yang hadir selain Taufik, di antaranya Mohamad Sanusi selaku anggota Baleg DPRD DKI, Prasetyo Edy Marsudi selaku Ketua DPRD DKI, Mohamad Sangaji selaku anggota Balegda DPRD DKI dan Selamat Nurdin selaku Ketua Fraksi PKS DPRD DKI.
Pertemuan di rumah Aguan itu disinyalir turut membahas Raperda Reklamasi.