Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit Samad Rianto mengatakan, tak solidnya para pimpinan KPK terkait pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) pada kasus Novel Baswedan merupakan hal wajar. Hal serupa juga pernah ia alami ketika memimpin instansi antirasuah itu.
"Lima orang sulit kompak, pengalaman saya sama juga. Kami sendiri ngotot kan enggak mungkin yang empat orang (memaksakan), akhirnya kami voting. Yang merasa berbeda pendapatnya kita hargai keputusan itu," ujar Bibit di kepada wartawan di Kantor DPP PSI, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Sabtu (4/11).
Bibit mengatakan, mekanisme keputusan pimpinan KPK berbeda dengan lembaga pemberantasan korupsi di negara Singapura.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keputusan KPK bersifat kolektif kolegial. Sementara di Singapura, keputusan bisa diambil oleh ketua yang bisa mempresentasikan keputusan lembaga antikorupsi di negara tersebut.
"Itulah kesulitannya, kita berada di komisioner itu lima orang, kalo di Singapura itu cukup satu orang, jadi keputusan dia keputusan organisasi," ujarnya.
Bibit sendiri belum bisa menilai urgensi pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) pada kasus Novel Baswedan. Dia mengatakan, pembentukan tim itu harus memperhatikan perkembangan penanganan kasus dan sesuai data yang memadai.
"Itu bisa dilihat perkembangan terakhir kayak apa, perlu ada datanya dan perkembangan terakhirnya untuk melihat pentingnya membentuk itu," ujarnya.
Meskipun demikian, Bibit meminta KPK tetap fokus dalam tugasnya memberantas korupsi dan tak terganggu oleh kepentingan lain. "Jaga soliditas maju terus berantas korupsi," katanya.
KPK berencana membawa usulan pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus penyiraman air keras Novel Baswedan ke presiden Joko Widodo. Namun, menurut Ketua KPK Agus Rahardjo, keputusan itu belum final karena pimpinan KPK belum satu suara.
"Kami akan tanya pimpinan KPK yang lain, sehingga hasilnya belum bisa disampaikan hari ini," kata Agus Selasa (31/10) lalu.
Usulan pembentukan TGPF kasus Novel itu disuarakan oleh mantan pimpinan KPK dan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi. Usulan itu dilontarkan, karena setelah 200 hari berlalu, pelaku penyerangan terhadap Novel belum tertangkap.
(pmg)