Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi diminta mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bila ingin memanggil Ketua DPR Setya Novanto sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.
Menurut Wakil Ketua DPR Fadli Zon, putusan MK Nomor 79/PPU-XII/2014 mewajibkan aparat penegak hukum, termasuk KPK meminta izin tertulis dari presiden sebelum melakukan pemeriksaan.
"Kalau memang keputusan MK bahwa (periksa anggota DPR) harus izin presiden berarti KPK harus menyurati presiden," ujar Fadli di Gedung DPR, Jakarta, Senin (6/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fadli menuturkan, KPK wajib mematuhi seluruh aturan yang berlaku dalam menjalankan tugasnya. KPK juga harus menghormati segala keputusan presiden terkait dengan niatnya untuk memeriksa Ketua Umum Golkar itu.
Fadli enggan berkomentar detil soal surat penundaan pemeriksaan yang ditandatangani oleh Sekjen DPR dan kajian dari BKD DPR tentang penolakan pemeriksaan Setnov.
"Kalau ada Undang-Undangnya oke-oke saja, langsung saja. Tapi kalau tidak ada Undang-Undang maka mungkin harus melalui rapat dulu," ujarnya.
Setya Novanto tidak memenuhi panggilan Komisi KPK hari ini. Berdasarkan surat dari Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR tertanggal 6 November 2017 kepada KPK, disebutkan bahwa Setnov tak bisa memenuhi panggilan penyidik KPK.
Menurut Setjen dan BPK DPR, pemanggilan anggota DPR harus mendapat izin tertulis Presiden Jokowi tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
(ugo/gil)