Jakarta, CNN Indonesia -- Sudah lebih dari tiga bulan lamanya pengungkapan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan belum menemui titik terang.
Lamanya waktu pengungkapan dinilai wajar oleh polisi. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono mengatakan pengungkapan kasus penyiraman air keras terhadap memang Novel membutuhkan waktu yang tak sebentar.
"Untuk pengungkapan kasus ada cepat atau lambat," ujar Argo di Mapolda Metro Jaya, Selasa (7/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Argo mencontohkan kasus ledakan bom di Keduataan besar Republik Indonesia di Paris, Prancis tahun 2004 silam. Kata dia, penyelidikan di sana sudah sangat terbantu dari rekaman CCTV di sekitar lokasi kejadian.
"CCTV bagus, lebih bagus dari Indonesia, jelas siapa yang meletakkan bom di sana, tapi sampai sekarang belum terungkap. Sama dengan apa yang kami lakukan (dalam kasus Novel)," kata dia.
Selain itu, Argo juga mengambil contoh beberapa kasus lain di Jakarta Barat yang pengungkapannya juga lama. Menurut dia, pengungkapan kasus itu hanya tinggal menunggu waktu.
"Di Jakarta Barat, ada pembunuhan satu keluarga belum kami dapatkan pelaku. Di Kebon Jeruk (pembunuhan) juga satu keluarga belum kami dapatkan (pelakunya). Itu masalah waktu saja," ucapnya.
Kembali ke kasus penyerangan kepada Novel, Argo mengklaim, pihaknya telah mengkonfrontasi keterangan saksi yang diduga melihat pelaku penyiraman. Hal itu dilakukan usai Kapolri Jenderal Tito Karnavian merilis foto dan sketsa wajah pelaku.
"Untuk saat ini kami sudah konfrontasi dengan saksi apakah benar sketsa-sketsa seperti apa, wajah seperti apa. Kemudian kami teliti kembali, setelah dikroscek kembali, akan kami masukkan ke komputer," tuturnya.
Hingga kini, kata Argo, polisi masih memiliki satu sketsa wajah yang telah dirilis oleh Tito. Namun tidak menutup kemungkinan akan ada tambahan dua sketsa lain yang berkaitan dengan kasus tersebut. "Kalau sudah selesai baru kami sebar," ucapnya.
Kasus penyiraman air keras terhadap Novel terjadi pada 11 April 2017. Namun polisi masih belum membuka siapa pelaku yang telah melakukan perbuatan itu.
Lamanya pengusutan kasus itu membuat sejumlah mantan pimpinan KPK dan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi mendorong untuk membentuk Tum Gabungan Pencari Fakta (TGPF) pada Selasa (31/10). Namun pihak kepolisian menilai TGPF belum diperlukan.
Menurut Argo, pembentukan TGPF layaknya kasus Munir hingga cicak vs buaya yang berujung menggantung tanpa diketahui siapa pelakunya.
"Contoh ada beberapa TGPF dibentuk, seperti TGPF Trisakti sampai sekarang kami belum dapatkan pelaku penembakan, ada kasus Munir sampai sekarang masih berjalan dari penyidik kepolisian. Kemudian ada cicak vs buaya itu sama," katanya.
(osc)