ANALISIS

Dua Sisi 'Berdamai' dengan Preman Tanah Abang

Bimo Wiwoho | CNN Indonesia
Jumat, 10 Nov 2017 06:58 WIB
Pelibatan preman dalam penataan Tanah Abang masih menjadi kontroversi. Dua pakar sosial berbeda pendapat soal gagasan yang dicetuskan Sandiaga Uno itu.
Pelibatan preman dalam penataan Tanah Abang memiliki sisi positif dan negatif. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ide Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno melibatkan preman dalam penataan kawasan Pasar Tanah Abang mendapat sorotan luas. Meski cukup banyak mendapat kritik, ide Sandi bukannya tanpa sambutan positif.

Peneliti Asian Research Centre dari Universitas Murdoch, Australia, Ian Douglas Wilson bahkan mendukung ide Sandi tersebut.

Menurut Ian, penertiban kawasan seperti Pasar Tanah Abang yang terdiri dari masyarakat dengan berbagai latar belakang etnis dan ekonomi, tidak harus selalu mengandalkan penegak hukum. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Masyarakat dengan taraf ekonomi rendah, menengah, dan atas ada di sana,” tutur Ian kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Selasa sore (7/11).

Penulis buku The Politics of Protection Rackets in Post-New Order Indonesia: Coercive Capital, Authority and Street Politics ini menyebut akan timbul konflik antara Pemprov DKI Jakarta dengan kelompok yang notabene disebut preman jika penertiban kawasan Tanah Abang dilakukan penegak hukum.

Konflik akan terjadi tak hanya sekali, melainkan berkelanjutan. Dalam kondisi itu, pedagang lah yang menurut Ian akan terkena dampak paling buruk.

Ian menilai pelibatan preman dalam menata Tanah Abang dapat mencegah munculnya konflik berkepanjangan di kawasan itu. Namun Ian memberikan catatan, harus ada aturan main yang jelas dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.


Catatan lain adalah ketegasan Pemprov DKI. Selaku pemegang otoritas, Ian menyebut Pemprov DKI tak boleh tunduk dalam melibatkan preman.

Sandiaga sebelumnya mengatakan, pelibatan preman dalam penataan Tanah Abang tak sekadar meminta masukan dari mereka. Dia juga mempertimbangkan untuk memberdayakan mereka agar dapat berpindah dari usaha informal ke usaha formal.

Sandi belum menjelaskan detail ihwal pemberdayaan ini. Di sisi lain, Ian mengingatkan kepada Sandi bahwa apapun konsep pelibatan preman, Pemprov DKI harus tetap mengutamakan kepentingan para pedagang.

Pemprov DKI harus bisa menunjukkan bahwa pedagang lah yang dilindungi dalam upaya pelibatan preman ini. 

Selain itu, Ian juga menyarankan agar Pemprov DKI, sebelum melibatkan preman, harus terlebih dulu mendata mereka secara lengkap berikut sektor-sektor yang akan dijadikan sebagai wadah pemberdayaan preman tersebut. Yang terpenting, Pemprov DKI harus memberi tahu secara utuh konsep pemberdayaan preman itu kepada para pedagang.

Ian yakin apabila konsep terancang sedemikian rupa, keamanan akan tercipta dan pedagang pun merasa nyaman.

“Apalagi aparat penegak hukum jumlahnya tidak banyak, jadi tidak bisa mengawasi setiap saat,” ujarnya.


Sementara Antropolog dari Universitas Indonesia, Ruddy Agusyanto punya pendapat berbeda.

Pria yang akrab disapa Kipam itu menyebut, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Sandi belum pernah mencoba mengatasi kesemrawutan di Pasar Tanah Abang dengan kekuatan dan otoritas yang dimiliki.

Mereka belum merasakan sendiri kendala yang dihadapi dan belum mengoptimalkan Satpol PP dan Polri sehingga tak patut bagi keduanya untuk melibatkan preman. 

“Ada apa? Apakah memang ada kontrak politik dengan preman di sana saat pilkada lalu?” tutur Kipam.

Lebih lanjut, Kipam juga khawatir dengan melibatkan preman, Pemprov DKI akan didikte dalam menata Tanah Abang. Kekhawatiran itu didasari asumsi bahwa Pemprov DKI akan kesulitan mengontrol para preman di Tanah Abang.

Tiru Jokowi-Ahok

Kipam merupakan akademisi yang pernah meneliti tentang premanisme di Monas dan Stasiun Gambir medio 1980-an silam. Merujuk dari hasil penelitiannya itu, Kipam menilai premanisme di Jakarta memiliki kecenderungan yang sama.


Preman, kata dia, tidak mungkin beraksi sendirian. Preman pasti berkelompok. Kelompok preman itu juga memiliki koordinasi yang cukup rapi, terutama mereka yang menguasai lokasi strategis macam Pasar Tanah Abang.

Kelompok preman, lanjut Kipam, tentu dibekingi oleh oknum yang memiliki kekuasaan atau kekuatan. Oknum tersebut bisa dari kalangan Pemprov DKI Jakarta, DPRD, DPR, TNI, atau Polri. Oknum itulah yang membuat kelompok preman sulit dibasmi.

“Dulu yang membekingi preman kawasan Monas itu anggota DPR,” ujarnya.

Kipam lalu mengulas kembali apa yang dulu dilakukan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dalam menata Pasar Tanah Abang.

Jokowi-Ahok, kata dia, berhasil memindahkan pedagang kaki lima ke Blok G tanpa bantuan dan perlawanan berarti dari preman. 

Itu terjadi karena Jokowi-Ahok solid bekerja sama dengan aparat kepolisian dan TNI. Semua pihak yang dilibatkan mendukung dan sama-sama memiliki tekad yang kuat.

Soliditas itu membuat oknum yang membekingi preman menjadi takut sehingga mereka meminta para preman tidak melawan demi melindungi identitasnya.


Kipam menilai alangkah baiknya jika Anies-Sandi menempuh langkah yang dilakukan Jokowi-Ahok itu, yakni membangun soliditas antara Pemprov DKI dengan aparat penegak hukum dalam rangka menata ulang kawasan Tanah Abang.

Langkah itu, menurut dia, jauh lebih terhormat bagi Anies-Sandi daripada melibatkan preman. “Ya tidak etis kalau pemerintah meminta bantuan preman,” kata Kipam.
(wis/djm)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER