Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto kembali menghindari awak media saat ditanya mengenai surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal itu terjadi usai Novanto secara resmi menyerahkan surat keputusan rekomendasi pencalonan Ridwan Kamil-Daniel Mutaqien Syafiuddin di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Kamis (9/11).
Setelah melakukan sesi foto bersama Emil-Daniel dan jajaran pengurus, Novanto bergegas meninggalkan mimbar dengan kawalan Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) melalui pintu samping.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengetahui itu, para awak media kemudian mengejarnya. Para anggota AMPG sempat berkilah Novanto hanya akan ke kamar kecil, namun ternyata Ketua DPR itu berjalan cepat menuju pintu keluar.
Ketika dikejar hingga mobilnya, Novanto tidak menanggapi pertanyaan awak media soal SPDP dari KPK. Dia hanya melambaikan tangan dan tetap bungkam sambil masuk ke mobil.
Saat dikonfirmasi, Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham mengatakan, Novanto tidak berusaha lari dari awak media. Namun, Golkar sudah menunjuk dirinya sebagai juru bicara partai untuk menanggapi berbagai isu.
"Juru bicara berdasarkan rapat pleno diserahkan kepada Idrus Marham Sekjen Partai Golkar," ujar Idrus di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Kamis (9/11).
Lantas, Idrus menjelaskan terkait terbitnya SPDP KPK, Novanto telah menunjuk kuasa hukum yang mengawal segala proses terhadap mantan tersangka kasus dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) itu.
"Kami serahkan tentu kepada penasehat hukum dan tentu penasehat hukum akan memberikan pertimbangan-pertimbangan bagaimana agar Bang Nov (Novanto) supaya proses hukum berjalan dengan baik," katanya.
Idrus menegaskan, Golkar menghormati segala proses hukum yang dijalankan KPK dan Novanto. "Tetapi pada saat yang sama kami juga ingin agar asas praduga tak bersalah dihargai oleh masyarakat," ucapnya.
KPK sebelumnya kembali menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP. Hal tersebut diketahui dari diterbitkannya SPDP yang beredar di kalangan wartawan.
SPDP yang dikeluarkan pada 3 November 2017 itu menyebutkan, penyidikan kasus dugaan korupsi e-KTP dengan tersangka Novanto sudah dimulai sejak 31 Oktober 2017. Surat itu ditandatangani oleh Direktur Penyidikan KPK, Aris Budiman.
Sumber di KPK membenarkan bahwa Ketua Umum Golkar itu kembali ditetapkan menjadi tersangka.
(pmg/sur)