Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Ketua Umum Golkar Setya Novanto sebagai tersangka korupsi proyek pengadaan e-KTP, Jumat (10/11). Status Setnov itu dinilai akan membebani partai Golkar.
Pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Pangi Syarwi Chaniago mengatakan penetapan Setnov sebagai tersangka akan berdampak pada partai berlambang beringin.
"Tentu Setnov akan jadi beban, tak hanya bagi Golkar, tapi bagi DPR juga," ujar Pangi ketika dihubungi
CNNIndonesia.com pada Sabtu (11/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pangi menjelaskan, gesekan di internal pengurus Partai Golkar diprediksi akan kembali marak pasca penetapan tersangka Setnov. Apalagi, katanya, di internal Golkar terdapat faksi-faksi.
Kata Pangi, jika tak mampu mengelola konflik dengan baik, maka gesekan antar faksi itu justru akan memperburuk citra Golkar dan mengakibatkan buruknya konsolidasi politik.
"Kasus Setnov jika dibiarkan berlarut-larut, ini punya potensi konflik dan gesekan internal Golkar akan membesar, itu tampaknya tidak bisa dibendung," ujarnya.
Berdasarkan survei PolMark Research Center pada 9-20 September 2017, elektabilitas Partai Golkar mencapai 9,2 persen. Angka itu menurun ketimbang elektabilitas Golkar pada Pemilu 2014 yang mencapai 12,1 persen.
"Citra dan elektabilitas Golkar ke depannya akan semakin tergerus jika Setnov terus dibiarkan memimpin Golkar. Harusnya Golkar sudah mulai berkaca karena elektabilitasnya terganggu karena kasus korupsi yang menyandera ketua umum dan kadernya," ujarnya.
Golkar, kata Pangi, membutuhkan sosok figur baru yang bisa menggantikan Setnov untuk membangun kembali pondasi kepercayaan masyarakat yang hilang terhadap Golkar.
"Golkar butuh penyegaran sehingga bisa memompa kembali
trust building masyarakat terhadap Golkar. PR utama Golkar adalah menemukan sosok figur baru mengantikan Setnov," ujarnya.
Pangi menilai, pergantian ketua umum merupakan momentum bagi Golkar untuk membenahi dan keluar dari citra sebagai partai terkorup di mata masyarakat.
"Bagaimana pengurus Golkar harus berpikir agar kembali memompa animo kepercayaan publik dari distrust terhadap ketua umum Golkar yang tersandung kasus korupsi itu," kata Pangi.
Terpenting, menurut Pangi, seluruh anggota Golkar harus solid dan memiliki langkah kongkrit untuk keluar dari permasalahan tersebut dengan memilih ketua umum baru yang lebih baik untuk memperbaiki elektabilitas Golkar kedepannya. Jika tak melakukan hal demikian, maka Golkar akan menerima konsekuensi. Konstituen dan pemilih setianya akan lebih cepat meninggalkan dan membuat Golkar semakin terpuruk.
"Tahun 2018 sudah mulai ditabuh gendangnya. Itu artinya badai harus berlalu dan perahu Golkar harus berlari lebih kencang dengan nahkoda baru dan lebih segar, berintegritas, punya kapasitas dan kapabilitas sehingga Golkar bisa memenangkan pemilu 2019," ujarnya.
Sementara, pengamat politik Universitas Padjajaran Idil Akbar melihat bahwa dorongan dari internal Golkar untuk mengganti Setnov sebagai ketua umum ke depannya akan semakin meningkat.
Ia menilai dorongan paling kuat untuk mengganti Setnov terutama akan muncul dari tokoh-tokoh muda Golkar yang memiliki kepedulian terhadap partai tersebut.
"Mungkin ini sebagai bentuk kepedulian mereka terhadap Golkar agar bisa selamat dan tidak terus tergerus oleh citra negatif Setnov," ujar Idil.
Idil menambahkan, tugas Partai Golkar sekarang harus segera melakukan konsolidasi secara menyeluruh untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan nasib Setya Novanto sebagai ketua partai.
Idil memprediksi nasib Golkar akan semakin terpuruk jika keputusan ini tak didiskusikan dengan cepat oleh seluruh anggota Golkar.
"Para tokoh, penasehat, seluruh pimpinan DPP Golkar dan juga para pengurus lainnya harus membuat keputusan bagaimana Golkar ke depannya, dan jika memungkinkan mendiskusikan pula "nasib" SN sebagai ketua partai agar masalah ini tidak menggerus suara Golkar semakin jauh," ujarnya.
Bagi Idil, posisi ketua umum partai sangat strategis dan signifikan untuk mengarahkan seluruh sumberdaya agar bisa menang dalam kontestasi politik.
"Tetapi yang perlu dipertimbangkan adalah sejauh mana kasus ini akan memberi pengaruh besar bagi keberlangsungan masa depan politik partai Golkar," katanya.
(ugo)