Jakarta, CNN Indonesia -- Setya Novanto menyatakan telah mengajukan sejumlah proses hukum terkait statusnya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi KTP elektronik. Salah satunya adalah mengajukan surat perlindungan hukum kepada Presiden Joko Widodo.
Hal itu dikatakan Setnov kepada wartawan menyikapi penahanan dirinya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Setnov juga mengklaim tidak pernah mangkir dari panggilan KPK.
"Saya sedang menempuh jalur hukum, saya sudah melakukan langkah dari mulai melakukan SPDP di kepolisian, mengajukan surat perlindungan hukum kepada presiden, maupun kapolri, kejaksaan agung, dan saya sudah pernah praperadilan, dan tidak pernah mangkir," kata Setnov sesaat sebelum masukke mobil yang membawanya ke Rutan KPK, Senin (20/11) dini hari.
Ketua Umum Partai Golkar itu melanjutkan, ketidakhadirannya dalam sejumlah panggilan KPK selalu menyertakan alasan-alasan yang jelas.
"Yang Tiga kali saya diundang saya selalu memberikan alasan penjelasan, jawaban karena ada tugas-tugas, dan saya dipanggil menjadi tersangka baru sekali, tahu-tahu sudah dijadikan sebagai penangkapan tersangka," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setnov adalah tersangka dugaan korupsi proyek pengadaan KTP elektronik yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,3 triliun.
Dia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 3 November lalu.
Sebelumnya dia juga sempat ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada kasus yang sama, namun statusnya itu dibatalkan setelah memenangkan praperadilan.
Saat itu, Majelis Hakim Tunggal yang menangani praperadilan Setnov, Cepi Iskandar dalam amar putusannya menyatakan penetapan tersangka Novanto oleh KPK tidak sah.
Dalam pertimbangannya, Cepi menilai, alat bukti yang digunakan KPK pada tersangka sebelumnya dalam perkara yang sama tidak bisa digunakan untuk tersangka selanjutnya.
Dengan putusan itu, Novanto kemudian lepas dari jerat hukum KPK dalam kasus dugaan korupsi e-KTP.
Dalam kasus e-KTP ini Novanto diduga telah melakukan korupsi bersama-sama Anang Sugiana Sudiharjo, Andi Agustinus, Andi Narogong, Irman, dan Sugiharto.
Oleh KPK, Novanto dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(wis)