Niatan Setnov ke Pengadilan HAM Internasional Dipertanyakan

S. Yugo Hindarto | CNN Indonesia
Senin, 20 Nov 2017 09:37 WIB
Setya Novanto diimbau menuntaskan perkara di ranah hukum pengadilan tipikor, alih-alih mengadukan kasusnya ke pengadilan HAM Internasional.
Setya Novanto diimbau menuntaskan perkara di ranah hukum pengadilan tipikor, alih-alih mengadukan kasusnya ke pengadilan HAM Internasional. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi berencana membawa kasus yang menjerat kliennya ke Pengadilan HAM Internasional.

Menurutnya, tindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Setya Novanto merupakan bentuk pelanggaran HAM, karena Setnov sedang dalam kondisi sakit. Fredrich juga mempertanyakan wewenang KPK menahan Setnov.

"Kami sudah merencanakan kita akan menuntut di pengadilan HAM Internasional. Jadi saya persiapkan dalam waktu segera," kata Fredrich kepada awak media, Jumat (17/11).
Peluang Membawa Kasus Setnov ke Pengadilan HAM InternasionalFredrich Yunadi, Kuasa Hukum Setya Novanto memberi keterangan kepada media usai menjenguk Setya Novanto di RSCM. (CNN Indonesia/Hesti Rika)
Direktur Pusat Studi dan Pendidikan HAM Universitas Muhammadiyah Prof DR HAMKA, Maneger Nasution mengatakan, rencana Fredrich membawa kasus Setnov ke Mahkamah Internasional patut dihormati, karena itu adalah hak yang bersangkutan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hanya niatan itu sebaiknya dipertimbangkan dengan matang agar tidak sia-sia dan out of context. Kenapa? Karena mekanisme internasional didesain hanya untuk mengadili perkara-perkara spesifik dan dengan mekanisme khusus," kata Maneger, dalam keterangannya Senin (20/11).


Mantan Komisioner Komnas HAM itu menjelaskan, dalam sistem hukum HAM internasional, ada dua mekanisme hukum internasional, yakni International Court of Justice (ICJ) dan International Criminal Court (ICC).

ICJ didesain mengadili sengketa antarnegara atau badan hukum internasional seperti entitas bisnis. "Jadi subyek hukumnya adalah entitas tertentu, baik negara maupun non negara. Seperti sengketa perbatasan atau sengketa bisnis internasional," katanya.

Dengan demikian, ICJ adalah peradilan perdata internasional. "Persoalan yang mesti dijawab Setnov atau pengacaranya, apakah klaim pelanggaran hak atas Setnov, seperti yang dikampanyekan pengacaranya, relevan melalui mekanisme ini? Dan, apakah kasus Setnov ini merupakan kompetensi ICJ?," katanya.

Sedangkan mekanisme ICC, kata Maneger, mengadili empat jenis kejahatan universal, genosida, kejahatan perang, agresi, dan kejahatan kemanusiaan (crime againts humanity) yang memenuhi standar sistematis, terstruktur, massif, dan meluas.

"Apakah karakter kasus Setnov tersebut termasuk kompetensi ICC? Apalagi mekanisme ICC yang dibentuk berdasarkan Statuta Roma menuntut adanya ratifikasi dari negara-negara pihak, dan Indonesia sampai sekarang belum meratifikasinya," katanya.

Meneger mempertanyakan, mau dibawa ke pengadilan internasional yang mana kasus Setnov ini oleh pengacaranya?

Kalaupun kasus Setnov dibawa ke Dewan HAM PBB atau UNHRC (United Nations Human Rights Council), mekanismenya juga tidak mudah, karena yang bisa membawanya adalah organisasi yang memiliki akreditasi status konsultatif.

Sementara kasus yang dituduhkan kepada Setnov adalah kasus tindak pidana korupsi. Sesuatu yang tidak memiliki dampak signifikan internasional.


Hal lain yang juga perlu dipertimbangkan, PBB menegaskan bahwa mekanisme internasional adalah upaya terakhir.

Setiap kasus yang diduga berkaitan dengan pelanggaran pidana seperti korupsi harus diselesaikan melalui proses hukum nasional yang kredibel terlebih dahulu.

"Sementara untuk kasus Setnov, bukankah mekanisme hukum nasional masih berjalan, berproses?" kata Maneger.

Kendati demikian, kata Maneger, ikhtiar Setnov untuk menuju ke pengadilan HAM Internasional harus dihargai sebagai sebuah hak.

"Tetapi sebaiknya dipertimbangkan dengan membaca ulang mekanisme hukum HAM internasional secara memadai," katanya.

Maneger menyarankan, sebagai warga negara, bahkan sebagai Ketua DPR RI dan ketua umum partai senior, Setnov sejatinya taat hukum dengan memenuhi proses hukum di KPK. Apalagi proses hukum terhadap Setnov terkandung maksud untuk membuat terang benderang suatu tindak pidana korupsi.

Proses hukum itu diharapkan bisa membuka tabir kejahatan mafia politik di depan sidang pengadilan.

"Oleh karena itu, sebagai pejabat publik, Setnov sejatinya memberikan keteladanan dengan memenuhi proses hukum di KPK," kata dia.

Menurut Maneger, keberanian dan kemauan Setnov blakblakan di depan persidangan sangat dibutuhkan.

(gil)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER