Gerindra Minta Bukti Polisi SP3 Kasus Viktor Laiskodat

Martahan Sohuturon | CNN Indonesia
Rabu, 22 Nov 2017 13:48 WIB
Gerindra menantang polisi untuk mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan perkara yang melibatkan politikus NasDem, Viktor Laiskodat.
Kuasa hukum Ketua DPP Partai Gerindra Iwan Sumule, Mangapul Silalahi, menantang penyidik Bareskrim Polri megeluarkan surat perintah penghentian penyidikan perkara (SP3) kasus ujaran kebencian dengan terlapor politikus Partai NasDem Viktor Laiskodat. (CNN Indonesia/Martahan Sohuturon).
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua DPP Partai Gerindra Iwan Sumule melalui kuasa hukumnya Mangapul Silalahi, menantang penyidik Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri megeluarkan surat perintah penghentian penyidikan perkara (SP3) kasus ujaran kebencian dengan terlapor politikus Partai NasDem Viktor Laiskodat.

Tantangan tersebut disampaikan Mangapul langsung kepada penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim di kantor sementara Bareskrim, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (22/11).

Dia menuturkan, langkah ini ditempuh setelah membaca pernyataan Dirtipidum Bareskrim, Brigadir Jenderal Herry Rudolf Nahak di sejumlah media massa, yang menyebutkan bahwa kasus dugaan ujaran kebencian dengan terlapor Viktor dihentikan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya datang ke sini meminta SP3, surat penghentian perkara berangkat dari pernyataan direktur (Herry)," kata Mangapul.

Mangapul mengaku telah bertemu dengan sejumlah penyidik Dittipidum Bareskrim yang melakukan penyelidikan terhadap laporan pihaknya.

Namun, menurutnya, anak buah Herry itu justru tidak mengetahui seputar penghentian kasus dugaan ujaran kebencian dengan terlapor Viktor.

Ia menyampaikan, telah berupaya untuk bertemu dengan Herry untuk menyampaikan permintaannya tersebut. Namun, upaya itu tidak membuahkan hasil lantaran Herry sedang berada di luar kantor.

“Mereka tidak tahu, jadi kanit (kepala unit) juga ditanya tidak tahu,” ucap Mangapul.

Menyikapi ini, Mangapul mengaku akan mengambil langkah hukuk untuk melaporkan Herry ke Komisi III DPR, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), dan Ombudsman.

Dia menduga, Herry telah melanggar peraturan Kapolri karena melakukan penghentian perkara ujaran kebencian dengan terlapora Viktor dilakukan tanpa melalui proses gelar perkara.

Menurutnya, proses penghentian penyelidikan sebuah kasus harus dilakukan setelah melangsungkan gelar perkara dengan mengundang pihak pelapor, saksi, dan ahli terkait secara terbuka.

“Kami akan melaporkan Direktur atas pernyataannya, ketidakadaan BAP (berita acara pemeriksaan, dan pelanggaran terhadap peraturan Kapolri karena tidak ada gelar perkara,“ tuturnya.

Terkait alasan penghentian perkara lantaran Viktor dilindungi hak imunitas, dia menilai, tidak tepat.


Menurutnya, Viktor menyampaikan pidato yang bernuansa ujaran kebencian tersebut untuk kegiatan Partai NasDem dalam rangka konsolidasi jelang penyelenggaran pemilihan kepala daerah (Pilkada).

"Tidak ada alasan mengatakan bahwa kasus ini ridak bisa dilanjutkan karena hak imunitas yang melekat," tuturnya.

Sebelumnya, Herry mengatakan, kasus dugaan ujaran kebencian dengan terlapor Viktor tidak dapat disikapi lebih lanjut dalam ranah pidana karena terlapor memiliki hak imunitas.

Dia menyampaikan, polisi menyerahkan sepenuhnya perkara kader Partai Nasdem itu ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR.

Herry mengatakan, MKD lebih berwenang karna Viktor menyampaikan pidato yang diduga berisi ujaran kebencian dalam kapasitas sebagai anggota DPR yang tengah melaksanakan tugas reses. Dengan begitu, lanjutnya, Viktor memiliki hak imunitas sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3).

"Kewenangan ada di MKD, bukan di polisi karena imunitas," kata Herry.

Viktor dilaporkan oleh sejumlah partai politik ke Bareskrim setelah dirinya dalam sebuah pidato politik mengaitkan partai politik PAN, Gerindra, Demokrat, dan PKS sebagai pendukung negara khilafah.

Pernyataan yang diduga dikeluarkan oleh Viktor itu terekam dalam sebuah video yang beredar di media sosial.

PAN, Partai Gerindra, PKS, dan Generasi Muda Demokrat menuduh Viktor melanggar Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Pasal 156 KUHP tentang penistaan agama, serta Pasal 4 dan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
(ugo/gil)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER