Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono kecewa dengan hasil keputusan rapat pleno Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar yang tidak segera menyelenggarakan musyawarah nasional luar biasa (munaslub). Rapat pleno itu gelar akibat ditahannya Ketua Umum Golkar, Setya Novanto, sebagai tersangka dugaan korupsi e-KTP.
Menurut Agung, Pelaksana tugas Ketua Umum Golkar yang diemban Idrus Marham seharusnya tidak hanya sekadar menjalankan kepemimpinan partai sehari-hari, melainkan menyiapkan penyelenggaraan munaslub pada akhir tahun ini.
"Karena hanya dengan munaslub akan bisa dilakukan perbaikan. Karena Plt tidak cukup kewenangan, kekuasaan. Dia belum cukup
legitimate untuk melakukan tindakan-tindakan itu. Harus ada langkah yang mendasar, kemudian menyelenggarakan munaslub," kata Agung di Kantor DPP Kosgoro 1957, Jakarta, Rabu (22/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
 Setya Novanto(ANTARA FOTO/Wahyu Putro A) |
Jika pengurus DPP Golkar tidak segera melaksanakan munaslub, Agung khawatir DPD Golkar tingkat provinsi akan bersatu dan mengambilalih kepemimpinan. Apalagi hal itu sudah disampaikan kepada tokoh senior Jusuf Kalla.
"Ini harus dicegah sebelum terjadi, sebaiknya kompromi dengan situasi lalu mencari solusi yang semua bisa menerima," katanya.
DPD tingkat provinsi, kata dia, memiliki kekuatan tersebut karena diatur dalam AD/ART Partai Golkar. Berdasarkan Pasal 32 Ayat 3, sebanyak 2/3 DPD tingkat provinsi dapat meminta kepada DPP untuk menyelenggarakan munaslub.
Di satu sisi, Golkar kata dia, harus menghormati kondisi Setya Novanto yang sedang menjalani masa tahanan dan proses hukum di KPK. Namun, di sisi lain tidak melupakan jalannya roda organisasi partai menjelang tahun politik.
Dengan diselenggarakannya munaslub, kata Agung, akan ada kepastian langkah penyelamatan partai. Penunjukan Plt ketua umum tanpa diiringi persiapan munaslub dinilai Agung tak mampu memberi kepastian langkah penyelamatan partai akibat kasus korupsi e-KTP Setnov.
"Sepertinya Pak Idrus Marham jadi tunggal. Dia ketua umum, dia sekjen. Saya kira kurang bagus sebagai kader saya tentu menghendaki supaya ubahlah, masih ada waktu," katanya.
Agung menilai, munaslub lebih baik diselenggarakan setidaknya pada Desember. Sebab, awal Januari 2018 merupakan pendaftaran terakhir calon kepala daerah di KPU.
"Sebaiknya 2018 itu masalah-masalah konsolidasi internal sudah selesai. Kita bicara soal penggalangan, memenangkan, memobilisasi para simpatisan, logistik. Tidak berkutat masalah internal," ujar pria yang juga pernah menjabat Ketua DPR tersebut.
Tunggu PraperadilanSecara terpisah, Plt Ketua Umum Golkar Idrus Marham mengatakan keputusan untuk menyelenggarakan munaslub tetap menunggu hasil praperadilan status tersangka yang tengah diajukan Setnov.
Jika praperadilan yang dilakukan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memenangkan Setnov, kata Idrus, otomatis Ketua DPR saat ini tersebut bisa kembali memimpin partai.
Akan tetapi, jika Setnov kalah dalam praperadilan, Idrus mengatakan jajaran petinggi akan menyarankan Setnov untuk mengundurkan diri.
"Apabila tidak kita tentu kita bicarakan dalam rapat pleno untuk tentukan langkah selanjutnya. Ya nanti kita gelar Munaslub," ujar Idrus di Kantor DPP Golkar, hari ini.
(kid)