Jakarta, CNN Indonesia -- Masyarakat Indonesia pada umumnya masih menganggap wajar pungutan liar yang dilakukan oknum dalam pelayanan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).
Itu adalah salah satu simpulan dari investigasi Ombudsman di enam Kepolisian Daerah pada Oktober lalu.
"Kami melakukan investigasi atas inisiatif sendiri, bukan dari laporan masyarakat. Ada beberapa penjelasan kenapa masyarakat tidak melapor, mungkin karena jumlah uangnya kecil. Lalu, dianggap melapor ke Ombudsman terlalu ribet," kata Komisioner Ombudsman, Adrianus Meliala kepada wartawan di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Senin (27/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Enam Polda yang menjadi tempat investigasi ORI pada Oktober lalu itu adalah Polda Metro Jaya, Polda Bengkulu, Polda Sumatera Selatan, Polda Papua, Polda Jawa Barat, dan Polda Sulawesi Selatan.
"Ada yang terima uang. Ada yang menambah proses, memperlambat poses, dan tidak melayani," Adrianus menjabarkan modus dalam pungli oknum tersebut.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Intelijen dan Keamanan Polri Komjen Pol Lutfi Lubihanto mengakui masih ada oknum-oknum yang melakukan pungli pada pelayanan SKCK. Menurutnya ada beberapa oknum yang secara sengaja tidak menyebutkan secara jelas biaya pembuatan SKCK.
"Memang dalam pelayanan publik ada keraguan terkait biaya yang wajib dikeluarkan pemohon. Tapi tidak tegas disampaikan oleh petugas. Ketika diberi tawaran, dalam gambaran Ombudsman, ada ketidakjelasan berapa biayanya. Ini berpotensi," ujar
SKCK adalah realisasi kewenangan yang diberikan kepada Polri untuk memberikan catatan legal kriminalitas seseorang. Legalitas dari Polri itu dibutuhkan beberapa instansi publik maupun swasta.
Dalam proses pengurusan SKCK, pemohon diwajibkan mengeluarkan biaya sebesar Rp30 ribu untuk warga negara Indonesia (WNI) dan Rp60 ribu untuk warga negara asing (WNA). Biaya tersebut akan dimasukkan ke kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP) lewat institusi Polri.
Lutfi mengatakan biaya SKCK yang masuk ke kas negara itu akan kembali ke Polri untuk pembiayaan operasi dan kaderisasi. Namun belum ada bagian untuk insentif petugas yang melayani pembuatan SKCK, seperti yang diterima petugas pelayan pembuatan SIM.
Ia mengatakan, Polri sedang merencanakan hal tersebut untuk meminimalisasi potensi pungli pada pelayanan SKCK.
(kid)