KPK versus Setnov Episode 2: Adu Taktik Jelang Praperadilan

Martahan Sohuturon | CNN Indonesia
Selasa, 28 Nov 2017 09:51 WIB
KPK dan Setnov akan kembali bertarung di praperadilan. Di episode kedua ini KPK tak mau bertekuk lutut lagi dari Setnov yang menang di episode pertama.
KPK dan Setnov akan kembali bertarung di praperadilan untuk kali kedua. Sidang perdana praperadilan digelar Kamis (30/11) lusa. (CNN Indonesia/Andry Novelino).
Jakarta, CNN Indonesia -- Drama pencarian dan penangkapan Ketua DPR Setya Novanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah berakhir. Setnov kini sudah menjadi penghuni tahanan KPK karena statusnya sebagai tersangka dugaan korupsi proyek e-KTP.

Namun drama KPK dan Setnov belum benar-benar berakhir. Sebabnya, sebelum ditangkap dan mengalami kecelakaan, Setnov mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Setnov menganggap penetapan tersangka oleh KPK untuk kali kedua ini tidak sesuai prosedur dan peraturan.

Sidang perdana praperadilan itu digelar pada Kamis (30/11) mendatang. Pada tahap ini, sejatinya KPK dan Setnov seperti adu taktik. KPK tentu tak ingin Setnov lepas lagi seperti pada praperadilan pertama. Sedangkan si Ketua Umum nonaktif Partai Golkar juga berharap kembali bebas dari status tersangka.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Indikasi adu taktik ini terlihat dari masing-masing kubu. Dalam beberapa kesempatan pemeriksaan, Setnov beberapa kali tertidur. Hal itu diutarakan tim kuasa hukum Setnov, bahwa kliennya tertidur saat pemeriksaan karena kelelahan dan belum pulih.

Tentu hal tersebut membuat proses penyidikan terhadap Setnov sedikit menemui kendala. Meski demikian, KPK tetap tak melepas pedal gasnya dalam menangani proses hukum ini.

"Itu hak tersangka. Tersangka mau diam, mau tidur saat diperiksa, memang haknya dia. Tapi pemeriksaan jalan terus," ujar juru bicara KPK, Febri Diansyah kepada CNNIndonesia.com belum lama ini.


Di satu sisi, KPK juga punya strategi, yakni dengan melakukan pelengkapan berkas sebelum putusan praperadilan. Sebab, jika berkas perkara pidana sudah dinyatakan lengkap dan masuk ke tahap penuntutan, maka praperadilan akan gugur otomatis karena objek gugatan telah masuk ke materi penuntutan.

Upaya pelengkapan berkas tersebut dapat dilihat dari gerak cepat KPK memanggil sembilan saksi meringankan yang diajukan Setnov. Sejumlah nama politikus dari Partai Golkar pun mulai menjalani pemeriksaan sejak kemarin, Senin (27/11).

Gerak cepat KPK itu bukan tanpa rintangan. Dua saksi meringankan yang diajukan Setnov, yakni pelaksana tugas Ketua Umum Golkar Idrus Marham dan anggota Partai Golkar Melky Lena mangkir. Mereka meminta lembaga antirasuah itu menjadwalkan ulang pemeriksaan yang tentunya membuat durasi pelengkapan berkas semakin makan waktu.

Ketua KPK Agus Rahardjo berharap, pihaknya bisa segera melimpahkan berkas kasus Setnov ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta di tengah persiapan menghadapi praperadilan ini.

"Persiapan di praperadilan secara matang juga kita siapkan, kemungkinan melimpahkan juga kita siapkan. Kita nanti melihat mana yang visibel bagi KPK," kata Agus di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (24/11) lalu.

Kekhawatiran Setnov akan kembali memenangi praperadilan memang bukan tanpa alasan. Apalagi jika melihat profil Kusno, sosok yang akan menjadi hakim tunggal dalam praperadilan tersebut.


Merujuk data yang dimiliki Indonesia Corruption Watch (ICW), Kusno pernah membebaskan empat terdakwa kasus korupsi dalam satu hari saat menjabat sebagai Hakim Pengadilan Negeri Pontianak, Kalimantan Barat pada 2015 silam.

Namun Agus meyakini, KPK akan mengantisipasi kemenangan Setnov untuk kali kedua. Dia mengatakan, Tim Biro Hukum KPK telah mempelajari dokumen-dokumen terkait penyidikan terhadap Setnov dalam kasus dugaan korupsi e-KTP untuk menghadapi praperadilan ini.

"Mudah-mudahan kita persiapannya di praperadilan (Setya Novanto) juga jauh lebih matang dibandingkan yang kemarin," kata Agus.
KPK versus Setnov Episode 2: Adu Taktik Jelang PraperadilanKPK bergerak cepat melengkapi berkas perkara Setnov sebelum praperadilan kedua ini. Sebab KPK tak mau dipecundangi lagi oleh Setnov yang menang pada praperadilan pertama. (CNN Indonesia/Andry Novelino).

Antisipasi Ulur Waktu


Menyikapi adu taktik antara Setnov dan KPK episode kedua ini, ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hajar mengatakan, KPK harus mengantisipasi langkah-langkah pihak Setnov. Salah satu langkah kubu Setnov dilakukan dengan mengulur waktu agar berkas perkara tak dapat dirampungkan KPK sebelum praperadilan diputus.

Menurutnya, KPK harus mengambil sikap tegas dalam tahapan pemanggilan saksi meringankan yang diajukan Setnov saat ini agar proses pemberkasan perkara dapat segera dilengkapi.

Karena itu, guna memperlancar pelengkapan berkas ini, KPK dapat melakukan pemanggilan paksa terhadap saksi meringankan Setnov yang mangkir dari panggilan sebanyak dua kali. Bahkan, Fickar menilai, KPK juga dapat mempidanakan saksi-saksi meringankan Setnov yang tidak memenuhi pangggilan penyidik KPK.

"Ketika saksi itu sudah diajukan tersangka, lalu dipanggil dan menjadi agenda penyidikan, sekali tidak datang kemudian dua kali tidak datang, maka bisa langsung diangkut. Itu sesuai prosedur KUHAP bisa dibawa secara paksa," kata Fickar saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, Senin (27/11).

Fickar menilai, tak ada cara lain yang paling sakti untuk memenangkan praperadilan selain melengkapi berkas perkara seorang tersangka.


"Satu-satunya cara paling ampuh melawan praperadilan yang kadang diragukan hakimnya ya mempercepat berkas (rampung), karena menurut KUHAP pasti gugur (praperadilan)," kata Fickar.

KPK sendiri kerap merampungkan berkas perkara sebelum putusan gugatan praperadilan dalam sejumlah kasus korupsi, terutama hasil operasi tangkap tangan (OTT).

Menurutnya, KPK pernah melakukan langkah ini seperti dalam kasus suap kuota distribusi gula impor dengan tersangka Ketua DPD Irman Gusman.

Berkas perkara Irman dinyatakan lengkap atau P21 dan dilimpahkan ke pengadilan di tengah berlangsungnya sidang praperadilan pada 31 Oktober 2016 silam.

"Ada Irman Gusman, itu gugur sebelum ada putusan praperadilan. Hampir rata-rata yang OTT seperti itu, karena cari buktinya tidak sulit (sehingga cepat dilengkapi berkasnya)," ucapnya.

[Gambas:Video CNN] (osc/djm)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER